REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Ucok Sky Khadafi menyatakan adanya gesekan antara lembaga legislatif dan eksekutif pada pemerintahan provinsi DKI Jakarta. Hal itulah yang menurutnya menjadi penyebab terlambatnya penyerapan Anggaran Pengeluaran dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jakarta.
Ucok mengatakan keterlambatan penyerapan anggaran di dasari dua faktor. Pertama, adanya keterlambatan bagi Pemda sebagai lembaga eksekutif untuk merancang program pemakaian anggaran.
Kedua, sulitnya negosiasi antara lembaga legislatif yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta dan lembaga eksekutif. Menurut Ucok, unsur daya tarik antara kedua lembaga itu cenderung amat kuat hingga implikasinya memperlambat penyerapan anggaran.
"Pihak Legislatif dan Eksekutif itu ada unsur saling curiga mencurigai, jadinya daya tarik menarik kepentingan pun tergolong kuat antar kedua lembaga itu," katanya kepada Republika, Selasa (15/12).
Pengamat kebijakan publik tersebut tak menampik jika adanya unsur permusuhan yang terjadi antara Gubernur DKI Basuki Tjahaya Purnama dan DPRD. Menurutnya, Basuki atau biasa disapa Ahok itu ingin mengendalikan APBD.
Sedangkan DPRD merasa memiliki hak untuk mengelola APBD. Tak pelak, perseteruan itu berdampak buruk bagi kelangsungan pembangunan Jakarta.
Di sisi lain, ia menilai permasalahan penyerapan anggaran baru terjadi sejak pemerintahan Joko Widodo dan Ahok. Ia mengatakan masalah serupa tidak pernah terjadi di era-era Gubernur sebelumnya.
"Sebelum Joko Widodo dan Ahok memimpin Jakarta, tidak pernah ada tuh keterlambatan penyerapan anggaran. Ahok itu tidak perduli dengan Undang-Undang jadinya suka menabrak aturan," ucap dia.