REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3), jika seorang pimpinan DPR berhenti dari jabatannya maka, pimpinan lain menetapkan salah seorang dari mereka untuk melaksanakan tugas pimpinan DPR yang berhenti.
Selain itu, pengganti pimpinan DPR yang berhenti berasal dari fraksi politik yang sama.Namun, politisi senior Partai Golkar, Zainal Bintang, berpendapat, keinginan Golkar untuk mempertahankan kursi Ketua DPR agaknya tidak akan berjalan dengan mulus. Pasalnya, pengunduran diri Setya Novanto sebagai Ketua DPR itu terkait dengan pelanggaran etika.
''Artinya tidak normal, maka keinginan Golkar untuk mengganti Setya Novanto dengan kader Golkar diperkirakan tidak mulus,'' kata Zainal di Jakarta, Kamis (17/12).
Terlebih, lanjut Zainal, wacana untuk melakukan kocok ulang pimpinan DPR juga kian tinggi, terutama berasal PDIP. Suara dukungan terhadap PDIP ini pun diharapkan bakal datang dari KP3 (Kerjasama Partai Pendukung Pemerintah). Suara dukungan itu akan semakin bertambah dengan bergabungnya PAN di KP3.
''Ini merupakan modal yang cukup signifikan untuk memperjuangan adanya pleno kocok ulang,'' ujarnya. Kendati begitu, Zainal mengakui, saat ini di internal Partai Golkar sendiri memang ada sejumlah nama kader yang disiapkan untuk menjadi pengganti Setya Novanto.
Nama-nama tersebut antara lain, Ade Komaruddin (Ketua Fraksi Golkar), Azis Syamsuddin (Ketua Komisi III), Ahmadi Nursupit (Ketua Banggar), dan Fadel Muhamad (Ketua Komisi IX). Zainal pun memiliki penilaian sendiri soal nama Kader Golkar yang kemungkinan besar bakal mengganti Setya Novanto.
''Seandainya Golkar berhasil mepertahankan 'jatahnya' sebagai Ketua DPR, maka nama Ade Komaruddin yang berkemungkinan besar. Selain sekarang dia adalah Ketua Fraksi, dia juga Ketua Umum SOKSI, salah satu Ormas pendiri Golkar dan selama ini dikenal sebagai loyalis ARB (Aburizal Bakrie),'' kata Zainal, yang juga menjabat sebagai Koordinator Pusat EO-TKG (Eksponen Ormas Tri Karya Golkar) tersebut,