Jumat 18 Dec 2015 20:02 WIB

Kepercayaan Publik pada KPK Bisa Hilang

Pimpiinan KPK periode 2015-2019.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pimpiinan KPK periode 2015-2019.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (UGM) berharap lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah dipilih oleh Komisi III DPR RI menolak revisi Undang-Undang KPK.

"Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus secara tegas menolak revisi Undang-Undang KPK dan menolak pelemahan pemberantasan korupsi," kata peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman, Jumat (18/12).

Ia mengatakan upaya mengubah UU KPK telah berkali-kali dilakukan. Setelah sempat ditunda oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), RUU KPK berubah dari inisiatif pemerintah menjadi inisiatif DPR, hingga akhirnya pada Selasa (15/12) rapat paripurna DPR memasukkan RUU KPK dalam Prolegnas 2015.

Menurut dia, RUU KPK secara keseluruhan memiliki potensi melemahkan kewenangan lembaga pemberantasan korupsi itu. Pelemahan yang dimaksud antara lain terhapusnya kewenangan penuntutan hanya diperbolehkan menangani perkara korupsi dengan kerugian negara Rp50 miliar ke atas, serta upaya penyadapan harus meminta izin terlebih dahulu kepada ketua pengadilan.

"Apalagi masyarakat tidak diberi akses mengenai usulan perubahan apa saja yang dimuat dalam draf RUU KPK," kata dia.

Menurut Zaenur, komitmen pimpinan KPK terpilih perlu terus diingatkan dan ditagih oleh masyarakat, sebab minimnya pemahaman, semangat dan keberpihakan capim KPK dalam pemberantasan korupsi justru terlihat dari

uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR.

"Ada beberapa capim yang justru mendukung revisi UU KPK, dan ada yang ingin menghentikan pengusutan BLBI dan Century," kata dia.

Menurut dia, apabila lima pimpinan KPK terpilih tidak memperlihatkan komitmen menolak revisi UU KPK, maka dikhawatirkan justru publik akan kehilangan kepercayaan terhadap KPK.

"Masa ada pimpinan yang justru ingin organisasinya dilemahkan," kata dia.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement