REPUBLIKA.CO.ID, LHOKSEUMAWE -- Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso tidak dikawal aparat keamanan saat menjemput kelompok bersenjata Din Minimi di Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh.
Tidak ada pengawalan khusus, hanya Kepala BIN Sutiyoso beserta beberapa orang dan satu staf perempuan, kata Ketua Lembaga Aceh Human Foundation (AHF) Abdul Hadi Abidin alias Adi Maros, yang juga ikut terlibat dalam proses turunnya Din Minimi, kepada wartawan seusai konferensi pers di Hotel Lido Graha, Lhokseumawe, Selasa (29/12).
"Saya salut pada Pak Sutiyoso, seorang yang sudah pernah berpangkat jenderal, tapi masih mau masuk hutan tanpa ada pengawalan khusus lagi untuk bertemu dengan kelompok Din Minimi yang masih bersenjata," ucap Adi Maros.
Setelah dilakukan penjemputan, rombongan menuju ke rumah orang tua Din Minimi di Desa ladang Baroe, Kecamatan Julok, Kabupaten Aceh Timur.
Adi Maros juga menyebutkan, di rumah orang tua Din Minimi, Kepala BIN sangat lama berbicara dengan Nurdin Ismail atau yang dikenal dengan Din Minimi.
Percapakapan itu digambarkannya sebagai sangat kekeluargaan sekali. Bahkan beberapa kali Kepala BIN memeluk Din Minimi. Terlihat Kepala BIN menitikkan air mata.
Pada malam hari saat keberadaan kepala BIN di rumah orang tua Din Minimi. Kawasan tersebut dijaga ketat oleh anggota Din Minimi yang masih bersenjata lengkap. Baru pada pagi harinya, Din Minimi menyerahkan senjata kelompoknya satu persatu, setelah itu baru senjata yang dipegang oleh Din Minimi jenis AK 47 diserahkan kepada Kepala BIN Sutiyoso.
Dalam penjelasan Kepala BIN pada saat konferensi pers, jumlah senjata yang diserahkan oleh kelompok tersebut sebanyak 15 pucuk. 13 di antaranya jenis senjata serbu AK 47, 1 pucuk jenis SS 1 dan 1 pucuk FN. Serta pelontar granat dan juga berikut amunisi dari senjata-senjata tersebut.