REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bidang Kerukunan Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Yusnar Yusuf memprotes tindakan majalah satire Charlie Hebdo yang dianggap menyindir umat beragama.
Yusnar mengaku bersepakat dengan pihak Vatikan yang mengkritik sampul edisi khusus ulang tahun kasus penembakan Charlie Hebdo. Dalam edisi tersebut, ditampilkan sosok lelaki tua yang dianggap Vatikan sebagai gambaran Tuhan tengah menggendong senjata dan berlumuran darah.
(Baca: Vatikan Kecam Sampul Edisi Khusus Charlie Hebdo)
"Saya protes mengapa harus dibuat simbol seakan orang yang beragama itu harus mati, perang, dan tidak damai," ujar Yusnar ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (7/1).
Ketua Umum Al Washliyah itu mencontohkan, Islam kerap dituduh sebagai agama yang dibangun dengan pedang. Tuduhan itu dinilai menggeneralisasi Islam suka berperang dan tidak suka perdamaian. Hal itu, kata Yusnar, diperkuat dengan kondisi Timur Tengah yang kerap bergejolak.
Yusnar mengatakan, hal itu akan berbeda jika melihat kondisi Islam di Indonesia. Kerukunan, katanya, dapat terjalin dengan baik, bahkan dengan masyarakat yang berbeda keyakinan. Yusnar berpendapat, konflik antaragama lahir karena banyak variabel.
"Ya, tentu Charlie Hebdo tidak bisa menggeneralisasi semua kehidupan beragama berujung pada kekerasan," ujarnya.