Senin 11 Jan 2016 19:23 WIB

Gafatar Lampung Pernah Bertobat di Depan Pengurus MUI

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Didi Purwadi
Gedung Majelis Ulama Indonesia, ilustrasi
Gedung Majelis Ulama Indonesia, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lampung Utara pernah melakukan dialog dengan organisasi yang bernama Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), tahun lalu. Pimpinan dan pengurus Gafatar setempat menyatakan telah bertobat di hadapan jajaran pengurus MUI tersebut.

Kehadiran Gafatar ini terkait dengan hilangnya dr Rica Trihandayani bersama anaknya Zafran Ali Wicaksono asal Lampung, di Yogyakarta, pada 30 desember 2015.

"Dulu MUI Lampung Utara pernah berdialog terkait dengan aliran Gafatar yang berkembang di masyarakat. Tapi itulah, di depan MUI, mereka bertobat, setelah itu kembali lagi," kata Imam Asyrofi Al Farisi, salah seorang pengurus MUI Provinsi Lampung kepada Republika.co.id di Bandar Lampung, Senin (11/1).

Menurut dia, Gafatar pernah ramai di masyarakat terkait pengajian yang mengatasnamakan agama Islam, namun jauh dari ketentuan akidah Islam. Keyakinan dalam Gafatar saat itu membuat resah di masyarakat, sehingga MUI Lampung Utara mengajak pengurus aliran Gafatar berdialog.

Pada hasil dialog, ia mengemukakan pimpinan dan pengurus Gafatar menyatakan bertobat dan tidak mengulangi perbuatan dan melanjutkan organisasi yang mengatasnamakan Agama Islam. Setelah itu, aliran ini ternyata masih menjalar di masyarakat, meski dengan cara tidak jelas keberadaannya.

Informasi yang diperoleh di MUI, Gafatar kerap melakukan bakti sosial dan berkunjung ke seluruh daerah di Lampung. Organisasi tersebut memiliki 34 DPD yang tersebar di seluruh Indonesia.

Gafatar dinilai sebagai Millah Abraham, faham dari ajaran Ahmad Musadeq, yang mengaku sebagai nabi. Sebab, anggotanya dari Millah Abraham.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement