REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang pemeriksaan pendahuluan perkara hasil Pilkada (PHP) di Mahkamah Konstitusi memasuki hari ketiga. Dari gugatan yang diajukan, tak sedikit yang mempersoalkan tentang selisih perolehan suara.
Bahkan, jumlah suara yang hanya selisih tujuh suara pun digugat ke MK. Hal ini terjadi pada hasil Pilkada Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat yang selisih suaranya hanya 0,04 persen atau tujuh suara saja.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Teluk Bintuni digugat ke MK karena dugaan memindahkan suara satu pasangan calon ke pasangan lainnya.
"Terjadi perpindahan suara yang membuat kami pihak pemohon dirugikan, dan selisih suara antara pemohon dengan pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak hanya tujuh suara," ujar kuasa hukum pasangan calon nomor urut 2 Petrus Kasihiw dan Matret Kokop, Taufik Basari dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Senin (11/1).
Ia menuturkan berdasarkan pleno KPU Teluk Bintuni, peraih suara terbanyak menetapkan pasangan calon nomor 3 Daniel Asmorom dan Yohanis Manibuy memperoleh sebanyak 17.067 suara. Sementara pasangan Petrus dan Matret sebanyak 17.060 suara.
Namun Taufik menyebutkan jumlah tersebut didapat setelah dilakukan perubahan atau perpindahan suara yang dilakukan oleh oknum KPU dengan pihak terkait.
"Perubahan hasil perolehan tersebut terjadi karena adanya penyuapan dan penekanan yang dilakukan tim sukses pasangan nomor urut 3 (Asmorom dan Yohanes) yang difasilitasi penyelenggara pilkada sehingga perolehan suara pasangan nomor urut 1 dan nomor urut 2 (Petrus dan Matret) dipindahkan ke pasangan nomor 3," ujar Taufik.
Dalam permohonan, dijelaskan penyuapan yakni sebesar Rp 100 juta untuk memindahkan perolehan suara pasangan nomor 2 pada pasangan nomor 3 sebanyak 242 suara.