Rabu 13 Jan 2016 20:07 WIB

Paripurna DPD RI Soroti Dana Desa, Pilkada, dan Pendidikan

Rep: C27/ Red: Winda Destiana Putri
DPD RI
Foto: ROL/Fian Firatmaja
DPD RI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang Paripurna ke-VII Masa Sidang III Tahun Sidang 2015-2016 Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menyoroti tiga pokok persoalan besar yang sampai saat ini masih jadi permasalahan daerah, yaitu ketimpangan dana desa, kurangnya tenaga pengajar di daerah, dan maraknya politik uang di Pilkada Serentak 2015.

Dalam sidang paripurna, beberapa anggota DPD RI dari pelbagai provinsi menyampaikan laporan bahwa masih terjadi danya ketimpangan dan penyalahgunaan dalam alokasi dana desa. Alokasi dana desa yang seharusnya dipergunakan untuk pembangunan desa, terkadang tidak digunakan sebagaimana mestinya.

Dana desa acapkali digunakan oleh oknum pejabat desa yang mempunyai kepentingan saat Pilkada bulan Desember kemarin. Hal tersebut disebabkan, Rendahnya akuntabilitas sehingga kepala daerah lebih sering  mengalokasi dana desa untuk kepentingan pribadi.

"Di lapangan masih terdapat ketimpangan alokasi dana dan transfer daerah dimana masih dimanfaatkan oknum-oknum tertentu, salah satunya saat Pilkada," ujar Anggota DPD RI dari Jawa Barat Eni Sumarni.

Di samping itu, pendamping desa juga menjadi masalah yang perlu diperhatikan. Pendampingan tersebut dilakukan agar dana desa benar-benar efektif dan tepat sasaran dalam penggunaannya untuk membangun desa.

Sedangkan permasalahan Pilkada juga masih menjadi sorotan bagi DPD RI. Di Jawa Tengah masih ditemukan banyaknya praktek politik uang yang dilakukan oleh semua elemen pelaksanaan Pilkada.

"Masih ditemukannya money politic di Pilkada Serentak hampir di semua daerah di Jawa Tengah. Money politic melibatkan para kandidat, penyelenggara, dan masyarakat itu sendiri," ujar Bambang Sadono saat meyampaikan laporan temuan semasa reses dari Anggota DPD RI asal Jawa Tengah.

Dalam sidang tersebut, permasalahan mengenai kurangnya tenaga pengajar dan perhatian terhadap sektor pendidikan juga masih ditemukan di beberapa daerah.

Permasalahan kurangnya tenaga pengajar, sertifikasi guru honorer, tidak layaknya fasilitas pendidikan, dan rendahnya pendidikan masyarakat menjadi keluhan yang diterima anggota DPD RI dari masyarakat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement