REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Divisi Humas Polri Anton Charlian mengungkapkan, teror yang terjadi di Sarinah bukan hanya untuk menyerang polisi semata. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya korban sipil yang tewas di lokasi kejadian.
"Kalau dikatakan hanya anggota kepolisian, kenapa ada dua orang korban dari sipil. Satpam yang namanya Rais pun juga itu orang sipil, kenapa mereka tembak?" kata Anton di Mabes Polri, Ahad (17/1).
Asumsi penyerangan teror hanya dilakukan terhadap petugas kepolisian karena agresifnya penangkapan terduga teroris yang dilakukan oleh kepolisian menurut Anton bisa saja benar. Namun, harus diingat pula bahwa sejak dulu pun, salah satu catatan target para pelaku teror adalah instansi kepolisian dan juga anggota kepolisian.
"Iya memang karena yang menangkap selama ini adalah anggota kepolisian," ungkap Anton.
Menurutnya, teror tersebut yang jelas adalah untuk menujukan eksistensi para anggota ISIS. Sebab, berdasarkan analisis yang didapatkan Polri, ada dua negara yang ingin dijadikan pusat pergerakan ISIS di Asia Tenggara yakni Filipina dan juga Indonesia. Akan tetapi, gerakan radikal di Indonesia lebih progresif, sehingga mereka memilih Indonesia.
"Selain mereka menunjukan eksistensinya, ingin juga membuktikan kepada ISIS itu sendiri bahwa di Indonesia pun juga masih eksis," ucap Anton.
Terlebih menurutnya, saat ini basis ISIS di Syiria sudah sangat terdesak. Sehingga, pimpinan ISIS memerintahkan langsung untuk melebarkan jaringan dengan melakukan pergerakan di luar Syiria.
"Diperintahkan langsung oleh Albaghdadi sebagai khalifahnya agar mengadakan gerajan-gerakan di luar Syiria," ungkap Anton.