Selasa 19 Jan 2016 14:42 WIB

Menpan RB Minta BPK Tingkatkan Kualitas Pemeriksaan

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Djibril Muhammad
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PAN dan RB) Yuddy Chrisnandi memberikan keterangan pers menyambut tahun 2016 di Gedung Kemenpan dan RB, Jakarta, Senin (4/1).
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PAN dan RB) Yuddy Chrisnandi memberikan keterangan pers menyambut tahun 2016 di Gedung Kemenpan dan RB, Jakarta, Senin (4/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menpan RB Yuddy Chrisnandi menyatakan kinerja BPK sudah baik, tapi belum maksimal. Karena itu, ia berharap BPK memiliki visi jauh ke depan, memperkuat visi dan misi pemerintah serta meningkatkan keunggulan daya saing bangsa.

Salah satu keunggulan daya saing bangsa yang dimaksud adalah bangsa yang disiplin dalam menggunakan anggaran serta tidak dikorupsi.

Sehingga, kualitas pemeriksaan BPK ke depan juga dalam rangka menunjang kinerja semua instansi pemerintah, untuk memperbaiki kualitas pembangunan nasional.

"Saya berharap naik kelas pemeriksaannya, jadi bukan hanya sekadar memeriksa laporan keuangan dan tidak membuat disclaimer, lalu wajar dengan pengecualian dan wajar tanpa pengecualian. Jadi bukan predikat itu yang harus dikejar," kata Yuddy, usai menghadiri HUT BPK RI ke-69, di Jakarta, Selasa (19/1).

Menurutnya, ada anggapan bahwa BPK harus menetapkan seluruh instansi pemerintah itu mesti WTP semua. Karena dengan WTP, instansi pemerintah dinilai sudah melaksanakan kewajibannya.

Maka, lanjut Yuddy, BPK harus meningkatkan kualitas pemeriksaannya dengan mengaudit kinerja instansi pemerintah. Berapa anggaran yang masuk, dipergunakan untuk apa saja, serta hasilnya bagaimana.

Ia meminta BPK harus harus lebih berani dan tegas. Berani terhadap instansi yang memilih BPK, Kalau perlu diumumkan hasil pemeriksaannya. "Pemerintah saja berani mengumumkan kinerjanya," ujar Yuddy.

Yuddy mengungkapkan, ada beberapa keluhan terhadap BPK, dari survei yang dilakukan oleh kementeriannya. Pertama, tidak jelasnya rekomendasi yang diberikan BPK, apa yang harus dilakukan instansi terkait pascapemeriksaan.

Lalu, proses komunikasi yang tidak selalu baik. Karena ada jarak waktu pembicaraan selama pemeriksaan, sehingga tidak tuntas. Usia juga mempengaruhi, seperti petugas yang masih muda dengan pejabat yang sudah tua.

Selain itu, sarana untuk menyampaikan pengaduan juga belum begitu efektif. Sehingga ketika laporan diterima, stakeholder bingung mau komplain kemana. SOP pemeriksaan juga harus dengan diskusi atraktif, meski audit dilakukan secara formal.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement