REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan untuk menolak melanjutkan 35 perkara sengketa Pilkada serentak 2015, melalui sidang putusan dismissal tahap pertama.
"Ada 35 perkara dari 40 perkara yang ditolak Mahkamah, melalui putusan dismissal tahap pertama kemarin," kata Juru Bicara Mahkamah Konstitusi, Fajar Laksono, ketika dihubungi di Jakarta, Selasa (19/1).
Sebanyak 35 perkara tersebut tidak dapat diterima oleh Mahkamah karena melampaui tenggang waktu pengajuan permohonan, atau tiga kali 24 jam sejak SK KPU ditetapkan. "Jadi, dari sidang pengucapan putusan kemarin belum ada perkara yang dinyatakan lolos," kata Fajar.
Ketentuan Pasal 157 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, memuat batas waktu pengajuan permohonan sengketa Pilkada adalah 3x24 jam sejak diumumkan penetapan perolehan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat.
Sementara itu, sebanyak lima perkara telah ditarik kembali oleh pemohon. "Maka Mahkamah mengeluarkan ketetapan terkait dengan lima perkara yang sudah ditarik tersebut," kata Fajar.
Sidang putusan dismissal tahap kedua rencananya akan digelar pada Kamis (21/1). Dalam putusan dismissal ini, Majelis Hakim Konstitusi akan memutuskan apakah tiap perkara dapat diperiksa lebih lanjut atau gugur.
"Selanjutnya adalah pemeriksaan persidangan bagi perkara yang lanjut karena dianggap memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan," jelas Fajar.
Penanganan perkara perselisihan hasil pemilihan oleh MK merupakan tindak lanjut penyelenggaraan pilkada serentak pada awal Desember 2015, yang kemudian proses pengajuannya diterima oleh MK pada pertengahan Desember 2015.
Sejak MK membuka pendaftaran permohonan penanganan perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah hingga 26 Desember 2015, MK menerima 147 permohonan dari 132 daerah.
Sebanyak 128 perkara penanganan perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah diajukan oleh pasangan calon bupati, 11 perkara diajukan oleh pasangan calon wali kota, enam perkara diajukan oleh pasangan calon gubernur, dan satu perkara diajukan oleh pemantau untuk pilkada dengan calon tunggal di Kabupaten Tasikmalaya.
Satu permohonan yang bukan pasangan calon kepala daerah juga diajukan dan berasal dari Kabupaten Boven Digoel, Papua.