REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Akademisi Azyumardi Azra mengatakan, tindakan main hakim sendiri oleh unsur masyarakat terhadap bekas anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) seharusnya tidak dilakukan karena persoalan Gafatar sejatinya dapat diselesaikan dengan sikap persuasif.
"Harusnya masyarakat bersikap persuasif dan tidak main hakim sendiri," kata Azyumardi, Kamis (21/1).
Menurut mantan rektor Universitas Islam Negeri Jakarta ini, tindakan anarkistis itu justru akan menimbulkan polemik baru. Karena itu, ia meminta pemerintah lebih tanggap terhadap persoalan tersebut agar tidak terjadi pelanggaran hak asasi manusia yang lebih banyak lagi, seperti penyerangan terhadap bekas Gafatar.
Menurut Azyumardi, setiap unsur warga negara Indonesa dari apa pun golongannya berhak mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Ketidaktanggapan pemerintah justru dapat membuat masyarakat turun main hakim sendiri terhadap bekas Gafatar yang kini terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya.
Umat Islam, kata dia, harus menyikapi Gafatar dengan cara yang halus dan elegan bukan mengedepankan tindakan radikal.
"Umat Islam jangan main kekerasan. Harus dengan cara-cara persuasif," kata dia.
Sebelumnya, mantan pengurus dan juru bicara Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) Wisnu Windhani menyesalkan aksi pengusiran anggota Gafatar di sejumlah wilayah, seperti di Mempawah, Kalimantan Barat.
"Kami menyesalkan peristiwa ini. Sebab, mantan anggota Gafatar berada di beberapa wilayah di Kalimantan Barat hanya untuk bertani," ujar Wisnu.
Di Mempawah, kata dia, massa membakar permukiman dan mobil milik Gafatar di Desa Moton pada 19 Januari. Mobil dibakar warga di depan Kantor Bupati Mempawah saat kendaraan itu dipakai 10 orang bekas Gafatar guna menghadap bupati.
Sementara itu, lanjut dia, lebih dari 700 orang bekas Gafatar yang bermukim di Kabupaten Mempawah diminta meninggalkan rumah mereka.