REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Peneliti terorisme di Sulawesi Tengah Lukman S Thahir MA mengemukakan keterlibatan sejumlah orang dalam aksi terorisme di Sulawesi Tengah bukan karena motif agama melainkan motif dendam.
"Ini hasil penelitian saya selama tujuh bulan pada tahun 2015 terhadap terpidana teroris di Sulawesi Tengah," kata Lukman di Palu, Kamis malam (21/1), menanggapi aksi perlawanan terhadap kekerasan atas nama agama pascapeledakan bom di Jakarta.
Dalam penelitian tersebut Lukman bersama dua peneliti lainnya menemui langsung belasan terpidana di Lembaga Pemasyarakatan Petobo Kota Palu dan Ampana, Kabupaten Tojo Unauna. Mantan Rektor Universitas Alkhairaat itu mengatakan keterlibatan sejumlah orang dalam aksi teror di Sulawesi Tengah bukan motif jihad seperti yang dipersangkakan bagi kebanyakan kelompok teroris yang ada di Indonesia.
"Mereka adalah bagian dari korban konflik komunal di Poso. Motif mereka karena dendam, karena melihat saudara mereka dibunuh dan sebagainya," katanya.
Dia mengatakan persepsi publik selama ini teroris itu memiliki identitas keagamaan yang kuat, hal itu juga dibantah Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Alkhairaat itu.
"Bahwa seakan-akan mereka memiliki pengetahuan agama yang kuat, kenyataannya tidak. Itulah saya katakan, mereka korban konflik komunal," katanya.
Saat ini, kata Lukman, terdapat sekitar 18 hingga 20 orang mantan terpidana teroris yang sudah kembali ke masyarakat. Untuk kembali ke masyarakat butuh kesiapan mental yang kuat sebab sebelumnya mereka telah dicap sebagai teroris.
Hasil penelitiannya juga membantah terhadap tesis yang menyebutkan ada sekolah teroris dalam penjara. "Saya menolak tesis jika ada yang bilang, ada sekolah terorisme di penjara. Saya lawan tesis itu, khususnya di Sulawesi Tengah," katanya.