Jumat 22 Jan 2016 09:07 WIB

Tak Pernah Bangun Smelter, Freeport Langgar UU Berkali-kali

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Achmad Syalaby
Demonstran tergabung dalam Solidaritas Untuk Pergerakan Aktifis Indonesia melakukan aksi penolakan Freeport di depan kantor istana wapres, Jakarta, Senin (18/1).  (Republika/Tahta Aidilla)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Demonstran tergabung dalam Solidaritas Untuk Pergerakan Aktifis Indonesia melakukan aksi penolakan Freeport di depan kantor istana wapres, Jakarta, Senin (18/1). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR RI Iskan Qolba Lubis mengatakan, keputusan untuk membeli saham PT Freeport Indonesia (PT FI) seharusnya menunggu diselesaikannya revisi Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

PT FI, ujar dia, telah melanggar UU Minerba Pasal 170 dimana hingga saat ini belum mampu membangun pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). Padahal, dalam UU tersebut, disebutkan bahwa pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi diwajibkan membangun pemurnian selambat-lambatnya lima tahun setelah undang-undang ini diundangkan, yaitu di tahun 2014.

“Freeport sudah diberikan kelonggaran waktu tiga tahun, dari yang seharusnya membangun smelter selambat-lambatnya di tahun 2014 menjadi 2017. Ini yang kami katakan PT FI telah banyak melanggar undang-undang, katanya, Jumat, (22/1).

Padahal, terang Iskan, dalam laporan PT FI disebutkan bahwa perusahaan yang berinduk di Amerika Serikat ini baru akan membangun pabrik Smelter di bulan keenam tahun 2016. Sedangkan menurut  analisa dari Komisi VII dibutuhkan waktu minimal dua tahun (2018) untuk bisa membangun smelter.

"Jadi, secara logika, Freeport melanggar UU lagi. Makanya dengan adanya Revisi UU Minerba ini, pengelolaan seluruh kekayaan alam, khususnya mineral dan batubara, akan kembali dikuasai oleh Indonesia."

Menurutnya, tak boleh kekayaan alam Indonesia, diklaim oleh negara lain, lalu dijual sahamnya di luar negeri, atau diagunkan di luar negeri. Jadi, asetnya adalah milik negara, bukan milik perusahaan, atau negara lain.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement