Ahad 24 Jan 2016 17:33 WIB

Harga Minyak Dunia Rendah, Premium Idealnya Rp 5.600 Perliter

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi harga minyak mentah dunia.
Foto: EPA/Mark
Ilustrasi harga minyak mentah dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR Ramson Siagian menilai penurunan harga minyak dunia saat ini seharusnya berdampak pada perhitungan harga bahan bakar minyak (BBM). Ramson menyebutkan, saat ini harga BBM jenis Premium seharusnya Rp 5.600 perliter.

"Kalau harga (minyak dunia) sekitar 29-30 dolar, BBM harusnya sekitar Rp 5.600 perliter sudah kita asumsikan 100 persen harga crude, tambah 100 persen ekstra cost mulai dari tanker, refinary, distribusi, dan margin SPBU dan pajak lainnya," kata Ramson dalam sebuah diskusi, Ahad (24/1).

Ramson menjelaskan, kondisi geopolitik di timur tengah yang menyeret harga minyak dunia ke posisi terendahnya, mau tidak mau berdampak pada struktur anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2016. Pasalnya, asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebelumnya disepakati sebesar 50 dolar AS per barel. Dengan anjloknya harga minyak dunia saat ini, maka akan ada potensi penurunan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 35 triliun.

"Nanti pajak minyak turun, KKKS yang produksi  minyak mentah kan dikenakan pajak. Otomatis ini akan pengaruhi struktur APBN Indonesia. Ini juga akan pengaruhi perusahaan seperti  Pertamina dan non Pertamina," kata Ramson.

Padahal, lanjutnya, 80 persen keuntungan Pertamina didapat dari sektor hulu alias bagian produksi. Ia menyebut, dengan menurunnya keuntungan Pertamina dari sektor hulu, ada konsekuensi BUMN Migas itu akan memaksa keuntungan  yang lebih besar dari sektor hilir, yaitu BBM.

"Sehingga harga BBM yang tadinya ditetapkan harga keekonomian, bisa lebih tinggi dari harga keekonomian. Karena untuk menambah keuntungan dari sektor hilir, karena dari sektor hulu menurun," kata dia.

Ramson lantas mengingatkan pemerintah untuk bisa melindungi Pertamina sebagai BUMN, namun sekaligus jangan sampai justru rakyat yang harus menanggung.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement