REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belakangan ini masyarakat diramaikan dengan kebaradan Support Group and Resource Center on Sexuality Studies Universitas Indonesia (SGRC UI). Kelompok ini telah menyita perhatian publik karena telah memasang poster konseling dan edukasi terhadap kaum Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) yang beredar di dunia maya.
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan, keberadaan kelompok ini bukan wewenang Kemenristekdikti. Kasus ini menjadi wewenang kampus yang menaunginya.
“Silakan kampus yang menentukan kebenarannya, karena kampus memiliki hak otonomi. Ini termasuk dalam membuat regulasi maupun sanksi," ujar Nasir di Gedung D Dikti, Senayan, Jakarta, Selasa (26/1).
Nasir menjelaskan, perguruan tinggi memang memiliki otonomi dalam membuat peraturan. Hal ini termasuk pula ihwal mengelola kehidupan akademis mereka sendiri. Pengelolaan ini berkaitan juga tentang pemberian sanksi kepada mahasiswa terutama pelaku kegiatan ilegal di kampus.
Sebelumnya, rektor Universitas Indonesia (UI), Muhammad Anis meminta SGRC UI tidak menggunakan logo dan nama UI pada kelompoknya. Hal ini karena akan memunculkan kesalahpahaman di masyarakat luas."Kami keberatan adanya sebutan UI pada komunitas tersebut. Kalau di luar Kampus UI, ya silakan saja," kata Anis kepada wartawan di Kampus UI, Jumat lalu.
Penyematan UI ini jelas tidak diperbolehkan. Sebab, kelompok tersebut tidak memiliki izin resmi dari UI. Untuk itu, ia meminta SGRC tidak sembarangan memakai nama UI.