REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah kementerian dan lembaga tinggi negara telah menandatangani perjanjian kerjasama tentang Pengembangan Sistem Database Penanganan Perkara Tindak Pidana secara Terpadu Berbasis Teknologi Informasi di Istana Negara, Kamis (28/1). Dengan adanya perjanjian kerjasama tersebut, maka semua data perkara yang telah diputus pengadilan dapat diakses oleh publik.
"Pengadilan kita akan berbagi data. Kita bisa akses 1,5 juta perkara yang sudah diputus Mahkamah Agung," kata Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan di Istana Negara, Kamis (28/1).
Dengan terintegrasinya sistem di pengadilan, sambung dia, maka publik juga bisa secara langsung mengawasi hakim dan lembaga hukum lainnya. Masyarakat bisa ikut melakukan pengawasan dan membuat kritik jika ada putusan pengadilan yang janggal. Dengan begitu, kata Luhut, sistem ini juga diharapkan dapat mempersempit celah suap-menyuap perkara.
"Ini salah satu check and balances untuk membuat hakim-hakim kita tidak sembarangan lagi," ucap Luhut.
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla, usai menyaksikan penandatanganan perjanjian tersebut, menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum yang kuat, negara harus memastikan semua proses pengadilan berjalan adil dan transparan.
"Pengalaman masa lalu, kalau dalam proses itu tidak diketahui, maka timbul pencaloan, pemalsuan putusan dan sebagainya. Sehingga dengan kesepakatan ini kita terhindar dari praktek-praktek seperti itu," ucap Wapres Kalla.