REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Restorasi gambut sangat penting untuk menurunkan emisi sesuai dengan program pemerintah. Seperti diketahui target penurunan emisi sebesar 29 persen ditargetkan pada 2030.
"Penurunan emisi sebesar 29 harus bisa terlaksana," kata Dwi Astiani, Ahli Gambut sekaligus Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, Jumat, (29/1).
Makanya, kata Dwi, restorasi gambut harus dipercepat dengan melihat wilayah per wilayah. Setelah itu harus diperhatikan juga tanaman yang akan ditanam di areal gambut tersebut.
"Tanaman yang dipilih tentunya yang bisa beradaptasi dengan air. Ekosistemnya bisa diciptakan," kata dia.
Penurunan dan naiknya tinggi air, ujar Dwi, bisa disesuaikan dengan tanaman yang akan ditanam oleh masyarakat. Misalnya jagung, berapa penurunan dan naiknya air yang pas untuk tanaman itu.
Setiap wilayah tentu berbeda-beda tergantung land scapenya. Saat restorasi fungsi hidrologi juga harus diperhatikan, mengembalikan ke fungsi awal adalah cara yang paling benar.
Mengenai rencana restorasi ini, Badan Restorasi Gambut (BRG) merancang dialog bersama kalangan pengusaha untuk mendukung program tersebut. "Kami merancang format untuk berdialog dengan pengusaha-pengusaha karena belum terlaksana. Dalam waktu dekat akan difasilitasi oleh Kantor Kepresidenan," ujar Kepala BRG Nazir Foead.
Ditrangkan Nazir, BRG beberapa kali juga melakukan pembahasan dengan lembaga-lembaga donor yang memiliki kepentingan besar untuk restorasi gambut di Indonesia. BRG juga ingin mendengar masukan dari kalangan pengusaha, apakah mereka mempunyai contoh kerja dalam restorasi gambut.
Sebelumnya Asia Pacific Resources International Holdings Ltd (APRIL) mengatakan siap bekerja sama dengan pemerintah melalui BRG. Indonesia Operations Managing Director APRIL Tony Wenas mengaku sudah membuat program Restorasi Ekosistem Riau (RER) di Semenanjung Kampar sejak empat tahun lalu.
Cakupan wilayah pengelolaan RER terus ditingkatkan dari awalnya 20 ribu hektare (ha) menjadi 150 ribu ha saat ini. "Langkah tersebut merupakan upaya kami untuk melestarikan gambut di Semenanjung Kampar sekaligus implementasi komitmen 1:1 (satu banding satu) dalam Sustainable Forest Management Policy (SFMP) 2.0," ujarnya.