REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pemerintah Kota Denpasar akan merevitalisasi dua pasar tradisional tahun ini. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar, I Wayan Gatra mengatakan keduanya adalah Pasar Poh Gading di Desa Ubung Kaja, dan Pasar Sumerta (Ketapian) di Pucuk.
"Sasaran kami masih sama. Ke depannya pasar tradisional bukan hanya tempat jual beli, melainkan juga obyek wisata," kata Gatra kepada Republika.co.id, Senin (1/2).
Pasa Poh Gading mendapatkan alokasi dana revitalisasi hingga enam miliar rupiah. Tahun lalu, pemerintah kota telah mengucurkan dana hingga lima miliar rupiah untuk revitalisasi pertama. Pengembangannya kali ini berupa penambahan jumlah kios.
Pasar Sumerta tahun ini mendapat dana alokasi khusus (DAK) sekitar Rp 498 juta. Pasar ini juga akan mendapat kucuran APBD hingga Rp 2,2 miliar. Ada 34 pasar di Kota Denpasar dimana 19 pasar di antaranya dikelola swasta. Dari jumlah total tersebut, kata Gatra, sebanyak 20 pasar sudah direvitalisasi. Pemerintah kota ke depannya akan mengusulkan revitalisasi 14 pasar tradisional yang tersisa sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
Revitalisasi pasar tradisional di Denpasar dinilai terbukti meningkatkan roda ekonomi masyarakat. Gatra mengatakan Pasar Poh Gading bahkan menjadi salah satu percontohan pasar tradisional di tingkat nasional. Omzet pasar tradisional tersebut pada 2011 rata-rata hanya Rp 2-2,5 miliar per bulan saat ini meningkat rata-rata Rp 14 miliar per bulan.
Kegiatan revitalisasi akan meningkatkan daya saing pasar tradisional dalam menghadapi serbuan pasar modern. Revitalisasi ini bukan hanya menyasar fisik saja, namun juga kapasitas para pedagang, seperti manajemen, pelayanan, kebersihan, dan penataan barang.
Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia (APPSI) Bali, Ida Bagus Raka Wiryanata sebelumnya mengatakan maraknya pasar modern di Bali tak dipungkiri lama kelamaan akan menggeser pasar tradisional. Ia menyoroti aspek kebersihan sebagai syarat penting dalam revitalisasi pasar tradisional mengingat masyarakat zaman sekarang sangat kritis terkait hidup sehat.
"Pasar tradisional yang bagus itu harus higienis dan bersih," ujarnya.
Wiryanatha mencontohkan pasar tradisional yang berlantaikan keramik atau minimal semen beton. Hal ini untuk menghindari becek dimusim hujan. Calon pembeli akan menghindari pasar yang kumuh dan tak berkenan berbelanja ke sana.
Kendala-kendala yang mungkin muncul terkait program revitalisasi pasar tradisional di daerah misalnya status tanah. Status kepemilikan hak tanah harus berupa sertifikat dari lembaga, desa adat, atau kepemilikan pribadi. Dana untuk revitalisasi pasar tradisional juga berasal dari DAK yang masuk ke APBD.
Artinya, pasar tradisional tersebut dikelola pemerintah. Sejauh ini masih ada desa adat yang belum menyerahkan pengelolaannya kepada pemerintah.