Jumat 12 Feb 2016 15:11 WIB

'HAM tak Bisa Dijadikan Kedok untuk Gerakan LGBT'

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bilal Ramadhan
Aksi protes menentang LGBT (ilustrasi)
Foto: EPA/Armando Babani
Aksi protes menentang LGBT (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi kelompok pembela LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) berlindung di balik hak asasi manusia (HAM). Padahal, dalam konteks HAM di konstitusi Indonesia, HAM memiliki batasan, tidak bertentangan dengan moral dan nilai-nilai agama yang ada di Indonesia.

Direktur Eksekutif Solidarity Network for Human Rights (SNH) Advocacy Center, Sylvia Abdul Hamid, mengatakan, LGBT yang berlindung di bawah payung HAM harus menyadari batasan yang ada dalam konstitusi di Indonesia.

"Jelas HAM memiliki batasan, di mana batasannya adalah tidak boleh bertentangan dengan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum," ujar dia kepada Republika.co.id, Jumat (12/2).

Sylvia mengatakan, Indonesia memang bukan negara yang berdasarkan agama, melainkan Pancasila yang jelas menyatakan dalam sila pertamanya "Ketuhanan Yang Maha Esa". Dengan demikian, jelas nilai-nilai agama menjadi penjaga sendi-sendi konstitusi dalam mewujudkan kehidupan demokratis bangsa Indonesia.

Bila melihat dari Konstitusi Indonesia yakni Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 J yang menyatakan:

"(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis."

Begitu juga ditegaskan pula dalam Pasal 70 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Karena itu, ia mengungkapkan, HAM tidak bisa dijadikan kedok untuk mengganggu hak orang lain atau kepentingan publik.

Tidak ada argumen yang relevan untuk menghapus larangan pernikahan sesama jenis dengan dasar penghapusan diskriminasi. "Gay dan lesbian bukanlah kodrat manusia, melainkan penyakit sehingga tidak relevan mempertahankan kemauan mereka, yakni legalisasi pernikahan sesama jenis atas dasar persamaan," ujar dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement