REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa Amalia meminta pemerintah menyelidiki dan mengkonfirmasi adanya dana dari United Nations Development Programme (UNDP) atau Badan Program Pembangunan PBB senilai Rp 107,8 miliar untuk program LGBT di Indonesia.
"Kita tak tahu, kita dengarnya sekilas di Indonesia mitranya Komnas HAM kalau baca di berita. Seharusnya, ditanyakan juga ke pemerintah tujuannya apa karena tidak sejalan dengan keyakinan. Itu yang harus bisa dicek pemerintah lebih dalam," kata politisi PKS itu kepada Republika.co.id, Ahad (14/2).
(Baca: Membedah Struktur Otak LGBT Yang Meninggal)
Ia menjelaskan, aliran dana dari luar negeri untuk pembangunan, misalnya pinjaman atau hibah dari luar negeri, biasanya masuk melalui Bappenas. Kemudian, dana tersebut akan disesuaikan dengan RPJMD. Menurutnya, Bappenas tidak tahu menahu ihwal aliran dana UNDP tersebut.
Namun, ia mengaku tidak tahu menahu bagaimana jika aliran dana tersebut berasal dari swasta. Ia beralasan, banyak hal yang tidak terinformasikan kepada anggota parlemen.
Komisi VIII, Ledia melanjutkan, akan mencoba mengkonfimasi pada Kementerian Sosial (Kemensos) dan Kementerian Agama (Kemenag) serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemnterian PPA). Ia mempertanyakan, kenapa Indonesia diseret dalam hal yang tidak sesuai dengan UUD 1945.
"Makanya, pemerintah harus mengambil tindakan, termasuk melakukan konfirmasi ke Komnas HAM termasuk di dalamnya UNDP pasti ada perwakilannya di Indonesia," ujarnya.
Menyoal permasalahan LGBT, ia meyakinkan, Kemensos mempunyai anggaran untuk merehabilitasi kaum-kaum tersebut. Sebab, Ledia mengatakan, LGBT masuk dalam penyandang masalah kesejahteraan sosial. "Itu masalah termasuk di dalamnya ada dana rehabilitasinya, di nomenklatur Kemensos," jelasnya.