REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) diminta jangan menuntut dan memaksa masyarakat memberi toleransi terhadap gerakan tersebut.
Pasalnya, gerakan tersebut telah mencoba mengubah pandangan agama, tatanan sosial, etika, norma, dan nilai-nilai budaya Indonesia.
"Hak Anda para LGBT mendeklarasikan orientasi seksual Anda ke muka umum. Tetapi, jangan coba-coba berniat menuntut dan memaksa kami dan anak-anak kami memberi toleransi terhadap gerakan LGBT Anda. Karena, kami akan lawan," kata Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris dalam siaran persnya, Senin (15/2).
Arti "lawan" di sini tentunya bukan dengan kekerasan. Keberadaan LGBT dan propagandanya harus disikapi bijak oleh masyarakat Indonesia dan tidak menjadikan kekerasan sebagai cara penolakan. Pemerintah juga diminta memiliki konsep yang tegas terkait LGBT sehingga di lapangan tidak terjadi benturan.
Menurut Fahira, banyak orang menjadi tertarik dengan sesama jenis (same sex attraction) terbesar adalah karena pemaksaan mengambil peran model (utamanya peran ibu), yang banyak terjadi. Misalnya, kasus keluarga berantakan (broken home), overprotektif, atau anak terlalu manja dan dilindungi, serta terjadi pada anak yang tidak mendapat perhatian dari kedua orang tua.
LGBT juga dapat terjadi akibat pelecehan seksual (sodomi) sewaktu kecil, yang diyakini sebagai faktor penguat kecenderungan yang sudah terbangun oleh lingkungan.
Fahira mengatakan, banyak dari mereka yang ingin move on dan hijrah kembali pada fitrahnya. Masalahnya, mereka sering tidak punya tempat curhat yang tepat dan terus dibombardir propaganda bahwa apa yang terjadi pada mereka adalah hal yang biasa saja.
"Pemerintah harus paham hal ini dan memfasilitasi mereka yang ingin move on. Jangan tidak ada inisiatif sama sekali,” ujar Ketua Yayasan Anak Bangsa Berdaya dan Mandiri ini.