REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Tiga kelompok etnik bersenjata (Ethnic Armed Organizations- EAOs) Myanmar berkunjung ke Aceh untuk bertemu dengan beberapa tokoh dan organisasi guna mempelajari perdamaian yang kini sedang berlangsung di daerah Serambi Makkah itu.
Kelompok bersenjata Karen mengunjungi Kantor Wali Nanggroe dan diterima langsung oleh Wali Nanggroe, Malik Mahmud Al Haydar di Banda Aceh, Selasa.
Kelompok yang sudah menandatangani perjanjian gencatan senjata nasional (National Ceasefire Agreement, NCA) Myanmar itu terdiri dari Karen National Union (KNU/KNLA), Democratic Karen Benevolent Army (DKBA), dan Karen National Union/Karen National Liberation Army Peace Council (KNU/KNLA PC).
Dalam kunjungan ini kelompok bersenjata terdiri dari 15 pejabat tinggi dan sayap militer kelompok Karen yang dipimpin langsung oleh Jenderal Isaac Po, didampingi oleh staf dari Center for Peace and Conflict Studies dan bekerja sama dengan lembaga riset International Center for Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS).
Pada kesempatan tersebut, Wali Nanggroe memaparkan perjuangan Aceh, konflik Aceh serta proses perdamaian Aceh yang telah diinisiasi sejak1999 dan difasilitasi oleh Henry Dunant Center.
Disebutkan, perdamaian tersebut sempat mengalami proses maju dan mundur hingga sekarang yang ditandai dengan perjanjian damai di Helsinki, Finlandia. Dalam proses menuju damai Aceh ada banyak tantangan dan hambatan yang dihadapi, hampir sama dengan konflik Myanmar saat ini. Sudah mulai memasuki fase damai, namun masih ditemui beberapa tantangan.
Wali Nanggroe menganjurkan kepada para pihak yang berkonflik, kelompok bersenjata di Myamar untuk mengikuti cara-cara melalui meja perundingan atau dialog.