REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri Indonesia menilai realisasi hilirisasi mineral dan batubara tidak bisa disamaratakan atas semua komoditas mineral. Alasannya, dari semua komoditas mineral dan batubara, komoditas yang paling siap untuk dilakukan hilirisasi baik secara teknis maupun pasar adalah nikel. Komoditas selanjutnya adalah aluminium, tembaga, dan emas.
Ketua Komite Tetap Mineral Kadin Indonesia Irwandy Arif mengungkapkan, pemerintah telah melarang ekspor mineral mentah termasuk batubara sejak 2014 sebagai kebijakan lanjutan dari Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
"Kita tidak bisa bicara global. Harus per komoditas. Sehingga ada dasar untuk bilang terus atau tidak," kata Irwandi, Senin (22/2).
Irwandy melanjutkan, untuk komoditas batubara agak susah untuk dilakukan hilirisasi. Bahkan ia menilai belum ada industri hilirisasi batubara yang terbukti secara komersil, meskipun tak sedikit pula proyek percontohan yang telah dilakukan. Meski saat percontohan terbilang sukses, namun secara nilai ekonomis dan pasar tidak sepadan.
Kondisi ini ia sebut tertolong oleh pencanangan proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt oleh pemerintah. Wakil Ketua Umum Bidang Mineral, Batubara dan Listrik Kadin Indonesia Garibaldi Boy Tohir mengatakan, proyek ini bisa menolong pengusaha tambang batubara untuk mendongkrak volume penjualan di tengah kewajiban hilirisasi. Sebelum adanya proyek ini, kata dia, produsen batubara terpaksa mengekspor komunitasnya karena serapan di dalam negeri kurang. Dengan adanya megaproyek listrik, maka komoditas batubara dalam negeri diserap dengan lebih banyak.
"Kami bukan tidak mau masuk ke nilai tambah batubara. Tapi kalau batubara ini kan ujung-ujungnya ke listrik, mau digasifikasi atau di-upgrading," ucap Garibaldi.
Ia mengatakan, pengusaha batubara menyambut positif program kelistrikan 35 ribu MW, karena menambah permintaan pasar domestik. Adapun dari sisi pengiriman, pun lebih mudah.