REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada prinsipnya, kaum buruh setuju dengan tabungan perumahan rakyat (tapera). Pasalnya, kondisi saat ini 80 persen buruh tidak bisa membeli rumah.
Harga rumah tipe 27 Rp 120 juta dengan uang muka 30 persen (Rp 36 juta) dan cicilan Rp 1,2 juta per bulan. "Sungguh mustahil buruh bisa beli rumah, jadi tapera adalah jalan keluarnya," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal lewat pesan singkat yang diterima Republika.co.id semalam.
Namun ada empat syarat yang harus dipenuhi di balik sikap setuju buruh atas Undang-Undang Tapera tersebut. Pertama, iuran 2,5 persen dari pengusaha dan 0,5 persen dari buruh harus dipastikan bahwa semua buruh bisa menjadi peserta tapera dan bisa membeli rumah tanpa terkecuali.
Kedua, buruh penerima upah minimum harus bisa ikut tapera dan bisa membeli rumah. Iqbal meminta jangan hanya buruh dengan nilai gaji tertentu saja yang bisa ikut tapera, misalnya Rp 4 juta.
"Ini ngawur karena sama saja dengan jualan rumah pakai UU. Yang untung pengembangnya karena rumah yang dibuat pasti ada yang beli. Sama saja bohong tapera,akal-akalan DPR dan pengembang," kata dia. Peserta tapera hendaknya mencakup buruh berupah minimum, bukan di atas UMR saja.
Ketiga, harus dibentuk dewan pengawas yang berasal dari serikat buruh, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), dan pemerintah terhadap dana tapera karena dana tersebut berasal dari buruh dan pengusaha. Pasalnya akan ada dana luar biasa yang akan terkumpul.
Keempat, pemerintah wajib mensubsidi harga rumah dari prramog tapera. Misalnya subsidi kredit konstruksi, bunga, dan listrik sehingg harga rumah menjadi murah. Iqbal menyebut apabila empat syarat tersebut tidak terpenuhi, maka buruh menolak UU Tapera.