REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum korban penganiayaan yang diduga dilakukan Novel Baswedan, Yuliswan resmi mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Bengkulu.
Hal tersebut terkait keputusan Kejaksaan Agung (Kejakgung) yang mengeluarkan Surat Keputusan Penghentian Perkara (SKPP) terhadap kasus ini. Yuliswan mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan langkah ini sebelum Kejakgung mengeluarkan SKPP. Sebab itu, saksi dan bukti pun sudah disiapkan.
"Jika tidak keberatan akan meminta secara tertulis saksi dari pihak penyidik Bareskrim kalau bantu kami saksi dan saksi ahli," ujar Yuliswan, saat dihubungi Republika, Selasa (1/3).
Disamping itu, bukti juga telah disiapkan. Menurut Yuliswan, terdapat delapan bukti yang siap untuk diajukan dalam persidangan. Yuliswan belum mengetahui jadwal sidang pertama praperadilan. Namun, Yuliswan meminta agara PN Bengkulu segera mungkin menjadwalkan persidangan.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Amir Yanto tak mempermasalahkan mereka mengajukan gugatan. Amir mempersilahkan Kejakgung digugat.
"Tentu saja kita akan hadapi," ujar Amir, saat dihubungi Republika, Rabu (24/2).
Kuasa hukum korban, Yuliswan tidak menerima alasan Kejakgung atas penghentian kasus Novel yang menyebut bukti tidak lengkap. Padahal, jaksa sebelumnya sudah dinyatakan p21 atau lengkap.
Namun, menurut Amir, terkait keputusan Surat Keputusan Penghentian Perkara (SKPP) terhadap perkara Novel, sudah dijelaskan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jam Pidum). "Kan jelas SKPP itu dijelaskan alasannya," kata Amir.