REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasca diterbitkannya POJK 20/2015 tentang efek beragun aset (EBA) syariah, PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) berencana menerbitkan EBA syariah tahun ini.
Direktur Utama SMF Raharjo Adisusanto mengatakan, POJK 20/2015 memfasilitasi penerbitan EBA syariah baik dalam kontrak investasi kolektif (KIK) maupun dalam surat partisipasi (SP). SMF akan memanfaatkan EBA SP syariah. Saat ini SMF bersama IAEI akan mengkaji akad atas aset properti bank yang menungkinkan untuk disekuritisasi.
''Kami sudah bicara dengan BTN. Mereka punya porsi aset pembiayaan akad MMQ dan IMBT sekitar 40 persen. Bersama BTN, SMF akan menerbitkan EBA SP syariah sekitar Rp 200 miliar akhir tahun ini. Kalau tidak, awal tahun depan,'' tutur Raharjo dalam konferensi pers Milad IAEI di Kantor Kementerian Keuangan, Kamis (3/3).
SMF juga ingin bisa mengawali pemanfaatan EBA syariah ini. Berkaca dari EBA konvensional, butuh waktu setahun sejak regulasi keluar hingga EBA pertama terbit. Karena itu, POJK 20/2015 ini butuh dukungan aturan teknis lain, termasuk akad atas KPR syariah yang disekuritisasi.
Soal risiko, Raharjo menyatakan SMF hanya mengambil aset berkualitas bagus. Karena itu EBA yang dibuat SMF selalu mendapat peringkat AAA. Dari delapan EBA bersama BTN, dua sudah lunas dan tidak ada masalah. ''Kami hanya membentuk efek dan tidak melakukan sekuritisasi lanjutan jadi produk derivatif,'' kata Raharjo.
Menurutnya, EBA syariah merupakan bagian penting untuk ikut mendukung program sejuta rumah yang digulirkan pemerintah. Jika satu rumah berharga rata-rata Rp 200 juta, dibutuhkan setidaknya Rp 200 triliun per tahun untuk merealisasikan sejuta rumah per tahun.
Pertumbuhan pembiayaan perumahan oleh perbankan sendiri hanya Rp 30 triliun sehingga ada defisit Rp 170 triliun. "Karena pembiayaan rumah sangat panjang dengan rentang 15-20 tahun, bank butuh dana jangka sangat panjang yang bisa dijaring dari pasar modal," tutur Raharjo.