Jumat 04 Mar 2016 20:13 WIB

Indonesia Kurangi Ekspor Karet

Red: Nur Aini
Buruh menuangkan getah karet hasil sadapan ke dalam ember di Hutan Karet Tuntang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Kamis (4/2).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Buruh menuangkan getah karet hasil sadapan ke dalam ember di Hutan Karet Tuntang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Kamis (4/2).

REPUBLIKA.CO.ID,MEDAN -- Tiga negara produsen karet terbesar dunia yakni Indonesia, Thailand, dan Malaysia mengurangi ekspor terhitung 1 Maret dengan rencana total penahanan pengiriman mencapai 615 ribu ton hingga 31 Agustus 2016.

"Pengurangan ekspor secara serempak itu diharapkan bisa menaikkan harga karet," kata Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet (Gapkindo ) Sumut Edy Irwansyah di Medan, Kamis (3/3).

Dia menjelaskan, dari 615 ribu ton, jumlah pengurangan dari Thailand sebesar 324 ribu disusul Indonesia 238 ribu ton dan Malaysia 53 ribu ton. Dari 238 ribu ton ekspor karet yang dikurangi Indonesia, Sumut berkontribusi dalam pengurangan sebanyak 38 ribu ton.

Menurut Edy, sejak diumumkannya rencana pengurangan ekspor karet itu diakui sudah ada kenaikan harga komoditas itu di pasar dunia atau menjadi 1,30 dolar AS per kg. Namun kenaikan harga dari sebelumnya masih 1,08 dolar AS itu masih belum menyentuh harga yang ideal. Idealnya harga karet jenis TSR20 siap ekspor untuk FOB Belawan sekitar 1,90 dolar AS per kg.

"Keseriusan dari 3 negara produsen utama karet mengurangi ekspor itu memang tidak bisa dianggap enteng, karena produksi karet alam dari Indonesia, Malaysia dan Thailand yang berhimpun dalam ITRC (International Tripartite Rubber Council) hampir 70 persen," katanya.

Edy menyebutkan, kenaikan harga karet pascadilakukannya pengurangan ekspor diyakini masih akan terjadi.

Asumsi itu mengacu pada belum sempat atau sudah terlambatnya konsumen karet alam memperbanyak stok dengan melakukan pembelian karet sebelumnya. "Walaupun ada upaya pihak pembeli untuk menambah stok dengan menguatkan harga beli, namun ekspor karet tidak bisa digenjot," katanya.

Selain pasokan sudah ketat sebelumnya akibat faktor cuaca dan petani malas menderes karena harga murah, jumlah penjualan semakin terbatas karena ada kesepakatan pengurangan ekspor.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement