REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Surat permintaan Muhammad Romahurmuziy (Romi) yang mengatasnamakan kepengurusan hasil muktamar Bandung untuk mengambil alih kantor DPP PPP dinilai bentuk intimidasi. Wakil Ketua Umum PPP hasil muktamar Jakarta, Humphrey T Djemat mengatakan pihaknya yang sudah dinyatakan sah oleh Mahkamah Agung (MA) menyesalkan sikap kubu Romi.
Menurut dia, cara-cara yang dilakukan oleh Sekretaris Jenderal PPP hasil muktamar Bandung itu menjurus pada premanisme. Sebab, saat ini kantor DPP PPP masih digunakan oleh kepengurusan PPP yang dianggap sah dalam putusan kasasi MA. Kubu muktamar Jakarta yang dipimpin Ketua Umum Djan Faridz akan melakukan langkah antisipasi terkait ancaman pendudukan kantor DPP PPP.
Humphrey dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id mengatakan akan meminta perlindungan hukum dan penjagaan pada Kapolri dan Kapolda Metro Jaya. “Ini cara premanisme, kita harus lawan model-model seperti ini,” tutur Humphrey dalam keterangan persnya, Sabtu (5/3).
Humphrey mengatakan, pihaknya sudah terbuka untuk islah agar PPP dapat bersatu. Namun, apa yang dilakukan Romi dengan mengatasnamakan Kepengurusan Bandung, merusak suasana islah yang sedang diupayakan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly.
Terlebih, dalam putusan MA sudah ditegaskan bahwa kepengurusan PPP yang sah adalah hasil muktamar Jakarta yang dipimpin Djan Faridz. Jadi, imbuh Humphrey, tidak ada hak bagi kubu Romi untuk meminta kantor DPP PPP yang berada di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. “Apalagi dengan cara-cara mengintimidasi,” ujar dia.
Untuk itu, lanjut dia, kubu Djan Faridz akan meminta pihak kepolisian untuk bertindak tegas jika ada gerakan-gerakan yang akan mengarah pada tindakan anarkis.