REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemantapan Ahok maju di pilgub DKI melalui jalur independen menjadi menambah catatan tersendiri dalam sistem perpolitikan Indonesia. Pilihan Ahok maju bersama para relawan--di saat sejumlah parpol membuka diri untuk mengusungnya, dianggap perlu menjadi kajian kritis tentang kiprah dan rekam jejak parpol di Indonesia.
"Banyak asumsi yang akan muncul, salah satunya, tentang ketidakpercayaan masyarakat kepada elite parpol," ujar pengamat politik dari Universitas Nasional, Mohammad Hailuki, Rabu (9/3).
Menurut Luki, asumsi ini bukan tanpa alasan, fenomena ini didasarkan pada masih saja ada kader parpol yang terjerat berbagai kasus korupsi baik di tingkat pusat pun daerah. Selain itu, kata Luki, besarnya jumlah APBD DKI Jakarta memunculkan kekhawatiran akan dijadikan bancakan oleh parpol pengusung Ahok jika tampil sebagai pemenang.
"Asumsi kedua adalah, Ahok menyadari rekam jejaknya dari sejumlah Pilkada yang dia ikuti. Pengalaman yang membuat ia menyadari bahwa kendaraan politik bisa dicari belakangan," ujar Luki yang juga Direktur Centre for Indonesian Political and Social Studies (CIPSS) tersebut.
Kendati demikian, kata Luki, meski wajah parpol di Indonesia saat ini masih dinodai berbagai kasus, namun di sisi lain parpol telah mampu melahirkan pemimpin-pemimpin baru. Pada level Kota/Kabupaten banyak kader muda parpol yang berkualitas seperti Abdullah Azwar Anas (PKB/Banyuwangi), Bima Arya (PAN/ Kota Bogor), Dedy Mulyadi (Golkar/ Purwakarta) dan kepala daerah lainnya yang tidak populer di media massa.
Hanya saja, sambungnya, amat kurang bijaksana jika menuding parpol tidak mampu melakukan kaderisasi politik. Dengan demikian, apabila ada pernyataan yang mengatakan bahwa parpol tidak mempunyai kader yang layak untuk diusung jadi cagub atau cawagub DKI, maka pernyataan tersebut bisa dikatakan tidak berdasar dan sarat kepentingan, yaitu kepentingan untuk melakukan deparpolisasi.
"Sebab dalam sistem politik, tidak ada salahnya apabila parpol melakukan rekrutmen politik dari non-kader, semisal figur pakar tata kota atau pegiat anti-korupsi yang memiliki integritas.
Basuki Tjahaja Purnama resmi melamar Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Heru Budi Hartono. Keduanya akan maju sebagai calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub) DKI Jakarta pada pemilihan kepala daerah 2017 besok.
"Iya benar," kata juru bicara Teman Ahok Amalia Ayuningtyas di Jakarta, Selasa (8/3).
Amalia mengatakan, Heru ditunjuk untuk mendampingi Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ini berdasarkan rapat yang dilakukan Basuki bersama Teman Ahok di kediaman orang nomor satu di Jakarta itu, Ahad (6/3) malam lalu.
Bukan sembarang pilih, penunjukan Heru tentu melewati proses pertimbangan yang matang. Bahkan, Heru harus melangkahi nama Wakil Gubernur DKI Jakarta saat ini, Djarot Saeful Hidayat.