REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2016 diperkirakan masih mengalami pelambatan. Pengaruh ekonomi global dan makro ekonomi masih berasa bagi perekonomian Indonesia.
Sejumlah perusahaan mengalami penurunan pertumbuhan. Dalam menghadapi kondisi ekonomi yang buruk, bank-bank syariah harus menyiapkan strategi bisnis jitu agar tidak terjerembab dalam pembiayaan bermasalah.
Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Indonesia Agustianto Mingka mengatakan bank-bank syariah seharusnya bisa menghindari tingginya jumlah pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF) dalam kinerja keuangannya. "Dengan kata lain, bank-bank syariah seharusnya bisa menekan besarnya pembiayaan bermasalah agar NPF-nya rendah sehingga laba yang diraih tidak tergerus," ujar Agustianto, Selasa (15/3).
Di sisi lain, hal tersebut juga dapat membuat citra bank syariah menjadi baik dan positif di mata seluruh masyarakat dan regulator. Menurut dia, salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi pembiayaan bermasalah dan NPF yang tinggi adalah dengan melakukan restrukturisasi pembiayaan dan penyelesaian pembiayan secara tepat.
Restrukturisasi pembiayaan adalah sebuah langkah dan strategi penyelamatan pembiayaan sebagai upaya bank dalam memperbaiki posisi pembiayaan dan keadaan keuangan perusahaan nasabah. "Caranya, dengan jalan mendudukkan kembali pembiayaan tersebut melalui rescheduling, reconditioning dan restructuring," kata pria yang juga menjabat sebagai Wakil Sekjen Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) ini.
Sumber daya insani (SDI) perbankan syariah harus memiliki keahlian dan kompetensi, baik mengenai manajemen dan strategi restrukturisasi pembiayaan bank syariah. Hal ini dilakukan agar bank syariah dapat terhindar dari kerugian finansial dan nasabah dapat pulih kondisi keuangannya.