Senin 21 Mar 2016 21:51 WIB

Pengacara: Ada Pihak Minta Keluarga untuk 'Akhiri' Kasus Siyono

Jenazah terduga teroris Siyono saat diangkat dengan kurung batang
Foto: Antara
Jenazah terduga teroris Siyono saat diangkat dengan kurung batang

REPUBLIKA.CO.ID, KLATEN -- Kuasa hukum keluarga terduga teroris Siyono meminta semua pihak menghormati hak keyakinan keluarga almarhum terkait adanya kejanggalan kematian Siyono setelah ditangkap pasukan yang mengaku aparat keamanan.

"Kami menilai ada beberapa catatan dari sejumlah orang yang mengaku aparat atau institusi tertentu mendesak meminta kepada keluarga Siyono dan istrinya, yakni Suratmi agar mengikhlaskan kematian Siyono," kata Kalono selaku kuasa hukum keluarga Siyono, di Klaten, Senin (21/3).

Kalono yang mendampingi petugas dari perwakilan dari Komisi Nasional Hak Assasi Manusia (Komnas HAM), mengatakan, bahwa seseorang yang mengaku dari petugas aparat keamanan tersebut juga meminta agar pihak keluarga tidak menuntut atas kematian Sinyono dan tidak usah dioptosi mayatnya.

Pihak bapak Siyono kemudian telah menandatangani surat tersebut, tetapi Suratmi belum menandatangani dengan alasan karena dia mengganggap kematian suaminya itu, adalah peristiwa yang besar.

"Kami melihat ada dua surat yang diterima oleh pihak keluarga Siyono, pertama surat pernyataan dan kedua otopsi. Namun, surat itu, berupa surat medis penyebab kematian dari Dinas Kesehatan Pemprov DKI Jakarta," katanya.

Bahkan, kepolisian pernah mengatakan bahwa Siyono merupakan 'pentolan' terorisme. Padahal, dia masih terduga teroris, yang bisa menyatakan Siyono teroris seharusnya melalui vonis pengadilan.

Kendati demikian, pihaknya mewakili keluarga Suratmi banyak mengucapkan banyak terima kasih dari berbagai pihak yang memberiakn dukungan positif, tentang kejanggalan kematian Siyono.

"Kami terima kasih kepada Komisi III DPR RI, Komnas HAM, PP Muhammadiyah yang merespon dukungan positif agar kasus ini, dibuka transparan," kata Kalono.

Menurut dia, sekarang sudah zamannya reformasi jangan sampai kasus tersebut seperti pada 1970-an, dimana seseorang dapat diambil nyawanya tanpa proses peradilan.

"Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang akan hadir ke lokasi terkait dugaan adanya pelanggaran anak oleh kepolisian, pada Kamis (10/3), saat kejadian masih kegiatan belajar mengajar taman kanak-kanak (TK) di lokasi kejadian," katanya.

Sementara terduga teroris Siyono (34), warga Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Kabupaten Klaten yang ditangkap oleh Densus 88 Mabes Polri, dikabarkan meninggal dunia di Jakarta, Jumat (11/3).

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement