REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Wilayah Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) dan berbagai organisasi nelayan Muara Angke mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Selasa, untuk menyuarakan penolakan proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Sekretaris DPW KNTI Jakarta Kuat mendukung penuh penegakan hukum oleh KPK untuk mengusut tuntas kasus suap reklamasi Teluk Jakarta yang melibatkan pengembang dan DPRD DKI Jakarta.
"Nelayan tradisional jelas menolak (reklamasi) karena ikan kabur akibat lumpur dan pasir dampak reklamasi. Nelayan skala kecil harus mencari ke luar daerah tangkapannya, berarti akomodasi uang beli solar itu nambah, pengeluaran bertambah. Ekonomi lagi susah, kenapa nelayan dibikin susah," kata Kuat.
Dia menegaskan tidak mengharapkan kompensasi karena pihaknya menganggap proyek reklamasi ini hanya menguntungkan pengembang dan masyarakat elite.
Sementara itu, Wakil Ketua Forum Kerukunan Masyarakat Nelayan Muara Angke Sugiyanto mengakui proyek reklamasi memengaruhi nelayan dari sisi ekonomi. Dulu kalau ke pulau gampang sekarang tidak bisa. Tidak bisa bikin ternak kerang ijo lagi karena hancur akibat proyek Pulau G, kapal juga tidak bisa masuk," ungkapnya.
Baca juga, Presdir Podomoro Land Menyerahkan Diri ke KPK.
Sugiyanto yang juga warga Muara Angke, mengakui berbagai kegiatan nelayan di sekitar tempat tinggalnya berkurang sejak 2012 atau telah proyek reklamasi mencuat.
Nelayan di Muara Angke dan sekitaran Teluk Jakarta mencari hasil laut dengan perahu cumi, perahu rampus, dan bagan tancap. Namun, kata Sugiyanto, proyek reklamasi mengurangi kegiatan melaut para nelayan. "Kawasan Jakarta Utara ditutup, bagaimana kapal bisa masuk. Bohong kalau (reklamasi) tidak berdampak pada nelayan," ucapnya, dengan nada tinggi.