REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia kembali kehilangan aset satwa langka, yakni populasi Badak Sumatra. Pada Selasa (5/4) dini hari, tim dokter hewan gabungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Taman Safari Indonesia (TSI), Yayasan Badak Indonesia (YABI), IPB dan WWF menyatakan seekor Badak Sumatra di Kutai Barat, Kalimantan Timur bernama Najaq, mati.
Tim tersebut menduga kematian Najag akibat infeksi berat disebabkan luka parah pada kaki kirinya akibat jerat tali. Badak yang diperkirakan berumur 10 tahun tersebut diperkirakan terjerat sejak September 2015.
(Baca Juga: Badak Najaq Mati Akibat Infeksi)
Ketika berhasil ditangkap tali jerat sudah putus namun tali yang tersisa sudah masuk sangat dalam ke lapisan kulit badak. Kepastian penyebab kematian Najaq akan diketahui setelah pemeriksaan post mortem (autopsi).
“Kematian Badak Sumatra Najag menunjukan populasinya di Kalimantan ada, selama ini keberadaannya dianggap tidak ada," kata Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Tachrir Fathoni dalam rilis, Selasa (5/4).
Kematian badak tersebut, lanjut dia, menjadi pelajaran agar penyelamatan satwa langka lebih intensif. Pemerintah juga akan terus melanjutkan upaya perlindungan Badak Sumatera yang ada di Kutai Barat Kalimantan Timur.
CEO WWF-Indonesia Efransjah menyebut, peristiwa kematian badak Najag merupakan pelajaran berharga bahwa menyelamatkan satu badak saja sangat sulit. Makanya perlu dukungan ahli dan sumber daya yang intensif.
Bupati Kutai Barat Ismail Thomas turut mengutarakan keprihatinannya. "Saya sangat prihatin dengan kematian Badak Najaq, dan ini menjadi pelajaran bagi semua pihak dalam melanjutkan penanganan dan penyelamatan Badak-badak selanjutnya yang masih ada di Kutai Barat," ujarnya.
Sebagai informasi, Najaq pernah tertangkap kamera jebak pada akhir Oktober 2015 dengan jerat tali pada kaki kiri belakangnya. Sejak saat itu, Najaq diusahakan untuk ditangkap agar dapat dilepaskan jerat talinya dan diberi pengobatan. Baru pada 12 Maret 2016, Najaq berhasil ditangkap dan langsung diberikan pengobatan untuk lukanya dengan antibiotik dan anti bengkak serta vitamin oleh tim dokter hewan dari KLHK, TSI, YABI, IPB dan WWF.
Upaya pengobatan tersebut juga didukung dan dikonsultasikan dengan para ahli Badak internasional (Australia Zoo, Tarongga Zoo-Australia, Cornell University-USA). Kondisi badak dilaporkan mulai membaik yang diindikasikan dengan makan cukup banyak, namun diprediksi masih ada infeksi di kaki nya (luka dalam).
Beberapa hari terakhir, kondisi kesehatan Najaq diketahui menurun dan akhirnya mati. Kematian diduga karena adanya infeksi berat yang bersumber dari luka jerat di kaki kiri. Setelah pemeriksaan post mortem, Badak yang mati akan diawetkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
“Pengobatan yang diberikan oleh Tim dokter hewan sempat direspons positif. Namun, memang luka yang dialami pada kaki kirinya parah dan menyebabkan infeksi,” ujar drh. Muhammad Agil, salah satu personil Tim gabungan dokter hewan penyelamatan Badak Sumatera di Kabupaten Kutai Barat.