REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Pemantauan dan Penyelidikan Penanganan Tindak Pidana Terorisme Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Siane Indriane menilai, jika melihat secara kronologis penjelasan dari pihak kepolisian terkait kasus kematian terduga teroris Siyono (34 tahun), semakin lama kebohongan yang ada semakin terungkap.
Untuk itu, publik diminta dapat secara cerdas menilai dan memahami kasus kematian Siyono. ''Jika dilihat secara kronologis, dulu ngomongnya tidak ada kesalahan prosedur, tapi karena Siyono meninggal karena kelelahan dan lemas. Kemudian berubah lagi, berkelahi dengan polisi, melawan petugas. Kemudian ini ada kesalahan prosedur. Ini yang justru membuat kami semakin meragukan, semakin lama kebohongan ini semakin terbuka,'' kata Siane saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (6/4). (Tim Forensik Muhammadiyah: Siyono tak Pernah Diautopsi).
Warga Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, tersebut tewas dalam proses penyelidikan Detasemen Khusus Anti Teror 88 (Densus 88). Siyono diduga sebagai pemasok dan penyedia senjata untuk kelompok teroris. Namun, tuduhan itu belum terbukti ketika Siyono dinyatakan dianiaya.
PP Muhammadiyah, Komnas HAM, Pusham UII, dan LSM Kontras kemudian melakukan advokasi terhadap istri Siyono yang menuntut keadilan. Salah satunya dengan menggelar autopsi secara independen terhadap jenazah Siyono.
- Tewasnya Siyono, Luhut Yakin Densus 88 Bekerja Sesuai Prosedur
- Luhut: Kalau Densus 88 Salah, Pasti Ada Tindakan
Siane mengungkapkan, sepertinya ada upaya sistematis dari kepolisian untuk menghalangi-halangi proses pengungkapan kasus Siyono tersebut. Tidak hanya itu, selama ini keterangan pihak kepolisian terkait kasus ini juga tidak konsisten. Hal ini justru semakin membuat publik kian curiga terhadap kepolisian.