REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Hukum Agraria dari Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand), Kurnia Warman mengungkapkan, seharusnya reklamasi hanya bisa dilakukan untuk kepentingan publik. Hal tersebut menanggapi polemik perizinan dan raperda reklamasi Teluk Jakarta.
"Memang tidak ada payung hukumnya. Jadi reklamasi dimaksudkan untuk kepentingan publik, kalau negara membutuhkan," kata dia saat dihubungi Republika, Rabu (6/4).
Ia menjelaskan, dalam hak menguasai suatu wilayah, negara berwenang mengatur tentang penyediaan tanah, ditentukan peruntukannya, digunakannya, dimanfaatkannya, dan diawasi pemanfaatnya.
"Kalau tanahnya belum tersedia, maka negara yang menyediakan. Jadi reklamasi itu adalah rangkaian kewenangan publik yang dikuasai negara," tuturnya.
Selain itu, untuk melakukan reklamasi, negara tidak membutuhkan izin siapapun. Ia menjelaskan, jika ada Perda yang ingin disusun, seharusnya itu mengatur tentang tata ruang. Rencana tata ruang, memang kewenangan pemerintah daerah. "Perdanya bukan mengatur reklamasi, tapi Perda mengatur peruntukan tata ruang," jelasnya.
Sebab, ia mengatakan, karena bagaimanapun yang namanya reklamasi, selain menutup akses, tapi juga merubah ekosistem. Oleh karena itu, hanya negara yang boleh mereklamasi.
Pun jika negara meminta bantuan pihak ketiga untuk mereklamasi, hasilnya tetap milik negara. "Makanya saya setuju dengan pernyataan KPK, soal bagaiamanpun pantai adalah public space, tak boleh ada aktivitas yang melarang orang turun naik," jelasnya.
Kurnia mengaku bingung apa dasar Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memberikan izin reklamasi Teluk Jakarta. "Karena kewenangan reklamasi itu kewenangan negara. Bukan masalah perizinan, tapi negara masuk mereklamasi atau tidak," ujarnya.
Seharusnya, jika ingin membuat peraturan adalah bagaimana cara negara mereklamasi yang membutuhkan bantuan pihak ketiga, misal dalam pengadaan barang dan jasa. Hukum yang mengatur tentang reklamasi memang belum tegas.
"Sekarang ketentuan hasil reklamasi adalah tanah negara itu, sepertinya perlu dibuat ketentuan teknis tentang bagaimana tata cara negara melakukan reklamasi bukan memberikan izin. Tak ada itu," tutur Kurnia.