REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dan sejumlah pegiat lingkungan hidup berupaya mengintensifkan perlindungan Badak Sumatera di Kalimantan, khususnya yang ada di Kutai Barat. Hal tersebut dilakukan pascakematian Badak langka jenis serupa yang diberi nama Najaq pada Selasa (5/4).
"Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membentuk dua tim Rhino Protection Unit (RPU), idealnya diperlukan sedikitnya 10 RPU di areal ini karena luasannya," kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK Novrizal sebagaimana rilis pada Rabu (6/4).
Setiap RPU, lanjut dia, terdiri dari empat hingga tujuh orang dan melibatkan masyarakat, LSM, pemerintah daerah dan polisi hutan. Berdasarkan penelitian, ke-15 ekor badak Sumatera di Kutai Barat terbagi ke dalam dua kantong. Yakni 12 ekor badak Sumatera berada di areal kantong I yang berada di bagian utara Kutai Barat.
Sementara tiga dikurangi 1 badak yang telah mati berada di kantong tiga yang berada dibagian selatan Kutai Barat. "Kondisi habitat Badak Sumatera di Kutai Barat sudah sangat terjepit antara areal tambang dan hutan Industri," ujarnya.
Ia lantas bercerita soal kronologis detik-detik kematian Najaq berikut upaya penyelamatannya. Meskipun, proses otopsi masih berjalan untuk mengetahui penyebab pasti kematian Najaq.
Penyelamatan Najaq dilakukan Tim Gabungan KLHK, Yayasan Badak Indonesia (YABI), WWF Indonesia, tim dokter hewan IPB, serta dokter hewan dari TN. Way Kambas. Mereka tergabung dalam Sekretariat Bersama Penyelamatan Badak.
Penemuan Najaq dimulai pada 20 Oktober 2016, di mana badak tertangkap kamera perangkap KLHK untuk pertama kalinya. Kemudian Tim KLHK bersama WWF Indonesia dan masyarakat sekitar Kutai Barat, Kalimantan Timur mulai memetakan dan menemukan 15 ekor badak Sumatera di Kutai Barat.
Selanjutnya diketahui bahwa kaki kiri Najaq mengalami luka akibat tali jerat. Luka inilah yang kemudian menjadi alasan penyelamatan Najaq harus menjadi prioritas dan segera. Sehingga pada 12 Maret 2016, Badak Najaq berhasil masuk dalam perangkap peat trap yang dibuat Tim LHK bersama WWF Indonesia.
Metode perangkap peat trap dipilih karena merupakan cara yang paling aman, karena pada dasar lubang perangkap ini ditempatkan matras, sehingga binatang yang jatuh kedalamnya tidak akan terluka.
Saat ditangkap Najaq dalam kondisi kesehatan yang buruk karena luka di kaki kiri belakangnya yang dalam hingga mendekati tulang akibat terkena tali jerat. Luka itu kemudian mengalami infeksi. Najaq juga mengalami miopati atau penyakit otot di mana serabut otot tidak dapat berfungsi normal.
Akibatnya otot mengalami kelemahan atau kelumpuhan, atau terjadi sebaliknya, otot mengalami kekakuan, kram, atau tegang. karena penyakit infeksi yang dialaminya tersebut, dugaan terakhir infeksi sudah menjalar ke jantung.
Kronologis Najaq setelah diselamatkan yaitu ditempatkan di areal boma (kandang) seluas 7 meter x 25 meter. Selama berada di dalam boma, Najaq menunjukkan kondisi pemulihan yang cukup baik, hingga kemudian tim medis KLHK mengetahui Najaq dalam kondisi kritis pada Ahad (3/4).
Upaya penyelamatan dilakukan, namun pada pukul 01:00 WITA Najaq mengalami keadaan koma. Pukul 2:00 WITA, Najaq dinyatakan mati oleh tim dokter. Najaq akan diawetkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan.