REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNGPINANG -- Tim Western Fleet Quick Response (WFQR) Lantamal IV/Tanjungpinang membekuk pelaku tindak kejahatan pencurian dengan kekerasan terhadap kapal asing SV Posh Viking yang berlayar dari Australia menuju Singapura.
"Pelaku kejahatan dibekuk Rabu (6/4) oleh Tim WFQR Lantamal IV," kata Komandan Pangkalan Utama Angkatan Laut (Danlantamal) IV Laksamana Pertama TNI S Irawan di Tanjungpinang, Kamis (7/4).
Irawan mengatakan penangkapan diawali dari laporan Puskodal Lantamal IV/Tanjungpinang bahwa telah terjadi tindak kejahatan pencurian dan kekerasan terhadap kapal SV Posh Viking.
Dia langsung memerintahkan Tim WFQR yang telah tersebar di beberapa tempat. "Mereka bergerak cepat untuk melaksanakan perburuan pelaku kejahatan yang telah teridentifikasi," ujarnya.
Irawan memberi target waktu kepada Tim WFQR Lantamal IV agar secepatnya menangkap pelaku sehingga pelaku tidak melarikan diri keluar pulau Batam. "Dengan kerja sama dan koordinasi, akhirnya kurang dari 24 jam, dua orang pelaku pencurian dengan kekerasan berhasil ditangkap," katanya.
Saat ini dua orang pelaku yang berinisial RS (19) dan BI (27) yang beralamat di Kampung Agas Tanjung Uma Batam sedang dalam proses penyidikan dan pengembangan oleh Tim WFQR Lantamal IV.
Sementara barang bukti berupa satu unit pompong tanpa nama dengan mesin Dompeng 24 PK yang digunakan pelaku dalam melakukan aksinya serta damprah kapal berwarna oranye yang berukuran besar yang merupakan barang hasil tindak kejahatan serta barang bukti lain telah diamankan oleh tim WFQR Lantamal IV di Tanjung Uma Batam.
"Kami tidak pernah memberi toleransi dan akan terus menumpas segala bentuk kejahatan di laut Kepri sebagai wilayah kerja yang menjadi tanggung jawab Lantamal IV," tegasnya.
Dia menambahkan, sekecil apa pun kejahatan yang terjadi di perairan khususnya Selat Malaka dan sekitarnya, akan mencoreng nama Indonesia di mata dunia internasional karena dinilai tidak bisa mengamankan dan memberikan jaminan keamanan terhadap kapal-kapal yang melewati perairan Selat Malaka.
Kondisi ini berpotensi menimbulkan protes dunia internasional kepada Indonesia melalui Internasional Maritime Organization (IMO) badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menangani masalah kemaritiman.