REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung RI HM Prasetyo menyatakan dalam suap-menyuap itu ada yang aktif dan pasif karena terkadang birokrat yang disuap tidak tahu.
"Suap itu ada pihak yang menyuap dan disuap. Suap itu ada yang aktif dan pasif," katanya guna menanggapi pemeriksaan tim pengawasan Kejakgung terhadap sejumlah jaksa terkait penanganan kasus PT Brantas Abipraya (Persero), di Jakarta, Jumat (8/4).
KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam operasi tangkap tangan, yakni Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko, Senior Manager PT Brantas Abipraya Dandung Pamularno dan seorang swasta yaitu Marudut, ditetapkan sebagai tersangka karena diduga memberikan uang 148.835 dolar AS agar Kejati DKI Jakarta menghentikan penyelidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang ditangani kajati DKI Jakarta.
Pengawasan Kejakgung telah memeriksa Kajati DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Aspidsus Kejati DKI Tomo Sitepu. Karena itu, kata dia, terkait pemeriksaan terhadap jaksa itu akan dilihat apakah pasif atau aktif.
"Kita mau dalami semua ini kita lihat saja siapa yang aktif dan yang pasif sejauh mana atau belum tentu juga birokratnya tahu, belum tentu orang-orang kejaksaan tahu bahwa dia mau disuap," katanya.
Tim pengawasan Kejakgung pada Jumat (8/4) memeriksa tiga tersangka yang ditangkap tangan oleh KPK dalam dugaan suap. Saat ditanya apakah kejaksaan dalam posisi yang pasif, ia berdalih soal itu akan dilihat dahulu.
"Ya kita lihatlah seperti apa. Kadang dalam suap itu ada yang aktif ada yang pasif. Nah, ini yang kita dalami," katanya.
Kejaksaan Agung menyatakan, oknum jaksa yang terkait dalam kasus dugaan korupsi PT Brantas Abipraya (Persero) terancam dijatuhi sanksi. "Nanti kan ada hukuman berat, sedang, dan ringan," kata Jaksa Agung HM Prasetyo, di Jakarta, Jumat.
Karena itu, kata dia, tim pengawasan Kejakgung masih mendalami kasus itu. "Nanti kan perlu dicermati, hati-hati jangan tergesa-gesa, kalau tidak nanti salah mengambil keputusan," katanya.