Sabtu 09 Apr 2016 13:36 WIB

Ada Perbedaan Pendapat Terkait Format Pemilihan Ketua Umum PPP

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Dwi Murdaningsih
Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) versi Muktamar Jakarta, Djan Faridz, (kedua kanan) berjabat tangan dengan partisan PPP saat Rapat Pimpinan Wilayah III PPP Jawa Timur di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (8/4).
Foto: Antara/Didik Suhartono
Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) versi Muktamar Jakarta, Djan Faridz, (kedua kanan) berjabat tangan dengan partisan PPP saat Rapat Pimpinan Wilayah III PPP Jawa Timur di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (8/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu agenda pada hari kedua Muktamar VIII Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Sabtu (9/4), adalah memilih Ketua Umum DPP PPP yang baru. Namun, para peserta sidang masih belum menemui kata sepakat terkait tata cara pemilihan Ketua Umum dan Ketua Formatur serta Anggota tim Formatur.

Berdasarkan jadwal acara, sidang paripurna V tentang tata cara pemilihan Ketua Umum/Ketua Formatur dan anggota Formatur dilaksanakan pada pukul 09.30 hingga 11.00. Namun, tata cara pemilihan itu belum diputuskan hingga saat ini. Bahkan, sidang paripurna tersebut harus diskor.

Hal ini terkait belum tercapainya kesepakatan antara para muktamirin dengan pimpinan sidang terkait tata cara pemilihan ketua umum. Menurut Ketua DPP PPP Muktamar hasil Bandung, Epyardi Asda, pokok masalah ini adalah keinginan pihak panitia penyelenggara melalui tata-tertib, yang sudah dibuat, mengusulkan adanya aklamasi terhadap satu nama calon ketua umum. Namun, sebagian besar muktamirin, yang terdiri dari perwakilan DPC dan DPW, meminta untuk ada pasal yang mengatur mekanisme voting dalam tata cara pemilihan tersebut.

"Kami ini tengah bersengketa, maka janganlah sampai dipaksakan kehendak. Biasanya muktamar ini selalu one man, one vote. Makanya, kawan-kawan ini meminta supaya diberi kebebasan, agar bisa memilih siapa ketua umum yang mereka inginkan. Mereka tidak menginginkan aklamasi, mereka tidak menginginkan hak mereka dibajak," ujar Epyardi kepada wartawan di lokasi Muktamar VIII PPP, Kompleks Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, Sabtu (9/4).

Epyardi menjelaskan, pada prinsipnya perpanjangan SK kepengurusan PPP hasil Muktamar Bandung adalah agar tercipta islah yang seutuhnya. "Itu kan islah seutuhnya, dalam rangka rekonsiliasi, demokrasi, dan berkeadilan. Kawan-kawan ini meminta keleluasaan dalam memilih ketua umum," ujar Epyardi, yang juga merupakan Wakil Ketua Umum hasil Muktamar Jakarta tersebut.

Lebih lanjut, Epyardi menegaskan, dalam sejarah Muktamar, PPP tidak pernah melakukan pemilihan ketua umum secara aklamasi. "Jangan sampai ada pemaksaan kehendak oleh pimpinan sidang untuk aklamasi. Berikanlah haknya muktamirin ini. Jangan sampai dipaksakan aklamasi, karena tidak akan diterima," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement