REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Umum (Ketum)Pengurus Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menilai apa yang dilakukan Detasemen Khusus (Densus) 88 terhadap terduga teroris Siyono, sangat tidak pancasilais. Menurutnya, Densus 88 telah mengabaikan sila kedua, yakni kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dahnil menilai, untuk menanggulangi kemelut terorisme di Indonesia, Densus seharusnya tetap menjunjung tinggi prosedur dan mekanisme hukum. “Tapi jangan sampai penegakkan hukum kepada teroris, kemudian juga mengabaikan hak asasi manusia (HAM),” ujarnya seusai menghadiri acara pengajian bulanan Muhammadiyah di kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (8/4).
Menurutnya, pola dan model kerja Densus memang patut untuk dievaluasi. “Karena model kerja mereka kerap mengabaikan HAM,” ucap Dahnil.
Ia mengungkapkan, selain Siyono, setidaknya terdapat 121 terduga teroris yang tewas sia-sia di tangan Densus. Menurutnya, tindakan menewaskan terduga teroris, selain melanggar HAM, juga tergolong perbuatan pandir.
Sebab, lanjut Dahnil, bila para terduga itu memang betul-betul teroris, seharusnya Densus dapat memanfaatkan mereka untuk menggali informasi yang lebih komprehensif. Hal tersebut dilakukan agar jaringan dan peta persebaran teroris di Indonesia dapat ditelusuri dan diselidiki lebih dalam guna keperluan penindakan.
Padahal, kata Dahnil, Densus 88 merupakan pasukan elite. “Harusnya mereka punya kemampuaan untuk menangkap tanpa harus membunuh. Sayangnya kemudian, 121 orang itu mati sia-sia sehingga tak dapat digali informasinya,” ujarnya.
Seperti diketahui, kasus Siyono tengah menyedot perhatian publik karena proses penangkapannya tidak sesuai prosedur. Selain itu, Siyono, yang disebut-sebut sebagai terduga teroris, dikembalikan oleh Densus kepada pihak keluarga dalam keadaan tewas.
Baca juga, Ustaz Erick: Semua Tindakan Densus 88 Dipertanggungjawabkan kepada Allah.