REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai tarif tebusan pengampunan pajak untuk deklarasi dan repatriasi selisihnya terlalu kecil. Pemerintah disarankan menaikkan tarif tebusan deklarasi aset agar para wajib pajak memilih merepatriasi dana-dananya saat mengajukan pengampunan pajak.
Pemerintah memang menyiapkan dua opsi pengampunan pajak. Wajib pajak yang hanya sebatas melaporkan harta atau asetnya di luar negeri dikenakan tarif tebusan dua persen jika mengajukan pengampunan pada periode kuartal pertama pengampunan pajak diberlakukan. Sedangkan, bagi wajib pajak yang juga mau merepatriasi dananya, dikenakan tarif satu persen.
"Selisih yang dekat itu membuat skema repatriasi modal sepertinya kurang menarik. Mereka (wajib pajak) cenderung akan memilih sebatas mendeklarasikan asetnya yang bertarif dua persen," kata Yustinus, di Jakarta, Senin (11/4).
Menurut Yustinus, pemerintah bisa saja menaikkan lagi tarif tebusan deklarasi aset agar bisa menjadi perhatian pengusaha. "Coba dinaikkan lagi sampai empat atau lima persen, mungkin hal ini akan membuat wajib pajak memilih opsi repatriasi," katanya.
Dia mengatakan, pemerintah perlu memperhatikan kesuksesan pengampunan pajak dalam hal repatriasi, jangan hanya sekadar mengharapkan uang tebusan. Sebab, repatriasi aset bisa menambah likuiditas perbankan dalam negeri serta menumbuhkan investasi.