Selasa 12 Apr 2016 20:26 WIB

Indobarometer: 58,3 Persen Publik tak Setuju Reklamasi

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Bayu Hermawan
 Kapal kayu melintas berlatar belakang pembangunan reklamasi pantai pulau G, Muara Baru Jakarta, Rabu (6/4).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Kapal kayu melintas berlatar belakang pembangunan reklamasi pantai pulau G, Muara Baru Jakarta, Rabu (6/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Survey Indobarometer menunjukan bahwa program reklamasi di Jakarta Utara lebih banyak merugikan warga daripada aspek keuntungannya.

Peneliti Indobarometer, Asep Saepudin mengatakan dari hasil survei menunjukan mayoritas publik tidak setuju dengan adanya proyek reklamasi Pantai Utara.

Asep mengatakan, setidaknya mayoritas publik (58.3%) tidak setuju dengan adanya proyek reklamasi Pantai Utara DKI Jakarta.

Hanya 38.3 % publik yang menyatakan setuju dengan adanya proyek tersebut. Sementara yang menjawab tidak tahu atau tidak jawab sebesar 3.5%.

Adanya ketidak setujuan warga ini karena menurut warga reklamasi berdampak buruk bagi beberapa hal. Pertama, merugikan nelayan (34.9%), merusak lingkungan (31.9%), bisa mengakibatkan bencana (banjir/abrasi (19.2%), hanya dinikmati orang kaya (5.2%), lahan korupsi (3.9%), buang-buang anggaran (3.5%), penyempitan laut (0.9%), dan menguntungkan pengembang saja (0.4%).

"Karena itu, mayoritas publik (53.5%) menghendaki agar proyek reklamasi Pantai Utara Jakarta harus dihentikan," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (12/4).

Asep mengatakan, saat ini ada banyak penyebab mengapa menurut publik proyek tersebut harus dihentikan. Survey menunjukan proyek reklamasi harus dihentikan karena, merugikan nelayan/rakyat (24.8%), merusak lingkungan (22.9%), banyak korupsi (18.7%), bisa bencana (banjir/abrasi) (8.9%), selesaikan kasus korupsi dahulu (5.1%), hanya dinikmati orang kaya (4.7%), perizinan bermasalah (4.2%), penuhi izin dan Amdal dahulu (3.3%), butuh anggaran besar (3.3%), anggaran lebih baik untuk warga miskin (2.3%), timbul pro dan kontra (1.9%).

Selain itu, dari jalannya proyek reklamasi ini akan hanya menguntungkan segelintir orang. Publik menilai, pihak yang paling diuntungkan dalam proyek reklamasi, mayoritas publik (59.0%) berpendapat pengembang sebagai pihak yang paling diuntungkan, kemudian orang kaya (14.0%), warga Jakarta (7.5%), pemerintah daerah (7.3%), investor (2.8%), semua pihak (2.0%), koruptor (0.8%), tidak ada (0.5%), pejabat (0.5%), dan tidak tahu atau tidak jawab (5.8%).

Namun, meskipun ada yang menolak, hasil survey menunjukan masih ada publik yang menilai proyek reklamasi bisa dilanjutkan.

Mayoritas publik (57.3%) menilai proyek reklamasi merugikan warga Jakarta. Hanya 34.8 % publik yang menilai proyek tersebut justru menguntungkan warga Jakarta, dan 8.0% publik menyatakan tidak tahu atau tidak jawab.

Sementara alasan utama publik yang menyatakan proyek reklamasi itu menguntungkan adalah karena: lahan kosong terbatas (21.6%), Jakarta lebih maju (19.4%), buka lapangan kerja (19.4%), meningkatkan perekonomian (16.5%), tujuan wisata baru (8.6%), pemasukan daerah (7.2%), Jakarta lebih tertata (5.0%), kewajiban pengembang sebanyak 15% untuk fasos/fasum (1.4%), dan laut Jakarta sudah tercemar (0.7%).

Sebab menurut publik, ada beberapa alasan mengapa proyek tersebut harus terus dilakukan. Pertama, Terlanjur jalan (23.5%), Jakarta lebih maju ( 17.0%), asal jangan dikorupsi (10.5%), meningkatkan perekonomian (9.8%), selama baik untuk warga (7.8%), perizinan/Amdal sudah ada ((7.2%), memperbaiki tata kota (6.5%), menambah lahan (5.2%), buka lapangan kerja (3.9%), ada dana kewajiban pengembang (3.3%), tujuan wisata baru (3.3%), jika dibangun rusun warga miskin (1.3%), asal kerusakan laut diganti (0.7%).

Selain itu, jika proyek reklamasi Pantai Utara tetap diwujudkan, mayoritas publik berpendapat agar lahan reklamasi dimanfaatkan untuk: objek wisata (25.5%), ruang terbuka hijau (15.3%), rusun warga miskin/nelayan ( 14.8%), perumahan (6.8%), pusat bisnis (6.5%), fasos/fasum (6.3%), perkantoran (4.5%), hentikan (3.8%), hutan bakau (3.0%), lapas (1.5%), dan lainnya (12.3%).

Survei opini publik ini dilakukan dengan wawancara via telepon kepada 400 responden di DKI Jakarta, yang berusia 17 tahun ke atas atau yang sudah menikah. Metode penarikan data mengunakan metode systematic random sampling (penarikan data secara acak), dan responden diambil dari yellow book (buku kuning).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement