REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lima pria yang mengaku sebagai nelayan Muara Angke diterima Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di ruang Crisis Center Gedung Balai Kota, Selasa (19/4) sore. Mereka ditemui oleh perwakilan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DKI Jakarta Sonny Triwijaya.
Kedatangan mereka dalam rangka meminta penghentikan reklamasi di pantai utara Jakarta. Pasalnya, mereka merasa aktivitas reklamasi membuat hasil tangkapan ikan berkurang jauh. Dampaknya, penghasilan pun berkurang.
Hal itu diakui oleh perwakilan yang mengaku nelayan, Saepudin. Ia beserta rekannya mengklaim membawa sekitar 20 kilogram hewan laut hasil tangkapan di pantai utara Jakarta.
"Ikan yang saya serahkan ke Pak Ahok ada 20 kilogram. Ini ditemukan di sekitar Teluk Jakarta, di Green Bay, daerah Kamal, Pulau Bidadari, Pantai Mutiara, dan Ancol juga," katanya.
Sejak 2014, ia menyebut aktifitas mencari ikan semakin sulit. Proyek reklamasi membuatnya mencari ikan di lokasi yang lebih jauh. Sebelum ada proyek itu, ia mengaku bisa memperoleh tangkapan ikan pada jarak 1 mil. Tapi kini, ia harus melaut sampai 10 mil lebih jauh dari biasanya.
"Terakhir bulan September 2015, bisa dapat tiga ton ikan. Tapi sekarang hasil tangkapan nelayan berkurang jadi sekuintal atau dua kuintal saja," keluhnya.
Baca juga, Dijaga Pria Pakaian Serba Hitam, Proyek Reklamasi Teluk Jakarta Terus Berjalan.
Di sisi lain, ia merasa pencemaran di Teluk Jakarta tak membunuh semua ikan. Ia mengatakan kualitas ikannya tak terpengaruh pencemaran. Malahan ia menuding reklamasi berperan besar mencemarkan air laut.
"Ini ikan tidak tercemar. Saya mohon Pak Ahok untuk mencabut izin reklamasi. Reklamasi ini sudah merusak mata pencaharian kita," ujarnya.
Sayangnya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tak menemui mereka. Pria yang akrab disapa Ahok itu lebih memilih mengikuti agenda sesuai jadwal. Terlebih, kehadiran para nelayan itu tak ada dalam jadwal resmi Ahok. Namun ikan-ikan yang mereka bawa sengaja ditinggalkan agar dilihat oleh Ahok.