REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi bandar narkoba senilai Rp 3,6 triliun. Kepala PPATK M Yusuf mengungkapkan, transaksi sebesar itu terjadi hanya dalam rentang waktu 2014 hingga 2015.
Sepanjang periode tersebut, bandar narkoba yang tidak diungkap identitasnya itu melakukan 5.000 transaksi. "Tiap harinya dia kirim 15-20 transaksi. Tapi tidak ada bisnis. Orang begini biasa impor barang, masa impornya tiap hari, tentu kita curiga," ucapnya pada wartawan di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (25/4).
Berdasarkan penelusuran PPATK, dana yang ditransaksikan tersebut dialirkan ke Cina. Yusuf menduga, narkoba yang dibeli didatangkan dari Negeri Tiongkok. Menurut dia, ada beragam cara yang digunakan bandar untuk menyamarkan bisnis haramnya, antara lain dengan menyamar melalui bisnis penukaran uang dan agen perjalanan wisata.
PPATK mencatat, narkoba merupakan kasus ketiga yang paling banyak ditemukan dalam transaksi ilegal. Peringkat pertama dan kedua ditempati kasus korupsi serta penipuan.
Yusuf sendiri memperkirakan bahwa masih ada sejumlah transaksi narkoba lain yang belum terendus. Dia mengaku, pihaknya sudah mendapat permintaan dari Polri untuk mengusut sejumlah transaksi yang diduga hasil bisnis narkoba.
"Dari satu kasus narkoba bisa Rp 3,6 triliun itu, kasus lain masih banyak, belum kita hitung," ungkapnya.