REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Plt Direktur Jenderal Perlindungan dan Pengawasan Tenaga Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan, Maruli Hasiloan, mengatakan pihaknya memberikan teguran kepada perusahaan yang melanggar hak maternitas buruh perempuan.
Aturan mengenai hak maternitas di perusahaan diharapkan berjalan sesuai undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.
"Perusahaan wajib memberikan hak maternitas bagi buruh perempuan. Jika terbukti melanggar hak mereka, perusahaan kami beri teguran. Setelahnya, kani dorong segera memperbaiki aturan maternitas di masing-masing perusahaan," ujar Maruli kepada Republika, Kamis (28/4).
Menurut dia, teguran dan penindakan selama ini sudah banyak dilakukan. Sayangnya, Maruli enggan menegaskan jumlah pasti penindakan yang dilakukan pihaknya.
Dia melanjutkan, teguran yang dilakukan bersifat administratif dan persuasif. Untuk mencabut izin usaha dan menerapkan denda, kata dia, bukan merupakan opsi penindakan yang dikedepankan kemenaker.
"Sebab, saat kami dorong secara persuasif, perusahaan sudah mau membuat perubahan. Misalnya, menyediakan fasilitas kesehatan, menertibkan aturan izin cuti dan menyediakan ruang laktasi," papar Maruli.
Ditemui terpisah, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial, Haiyani Rumondang, mengatakan setidaknya ada empat hal yang harus diberikan perusahaan kepada para buruh perempuan. Pertama, perusahaan harus memenuhi hak istirahat haid bagi buruh perempuan. Kedua, cuti hamil diberikan secara proporsional sesuai ketentuan undang-undang.
"Harus 1,5 bulan sebelum dan sesudah melahirkan, untuk menjaga kesehatan reproduksi mereka. Perusahaan sebaiknya menyediakan makanan bergizi bagi buruh yang sedang mengandung. Terakhir, harus ada fasilitas antar jemput saat para buruh perempuan bekerja lembur di malam hari," ungkap Haiyani.