REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Banjir yang sering terjadi di Kota Sukabumi Jawa Barat disebabkan oleh semakin berkurangnya lahan terbuka hijau akibat terdegradasi oleh alih fungsi lahan menjadi bangunan dan permukiman.
"Tingginya kasus banjir di Kota Sukabumi saat musim penghujan ini karena penyerapan air hujan tidak maksimal, sebab banyak lahan yang awalnya ruang terbuka hijau beralih fungsi menjadi permukiman atau bangunan lainnya," kata Seketaris Daerah Kota Sukabumi, Hanafie Zein di Sukabumi, Sabtu (30/4).
Menurutnya, dalam beberapa tahun ke belakang Kota Sukabumi masih banyak sawah dan kebun, tetapi saat ini hanya sekitar 1.500 hetare saja, karena banyak lahan seperti itu yang dijual oleh pemiliknya dan berganti fungsi menjadi permukiman warga.
Selain itu, banjir yang kerap melanda di beberapa titik ini juga disebabkan oleh kurang berfungsinya drainase. Ditambah banyak warga yang mendirikan bangunan di bantaran sungai sehingga aliran sungai menjadi sempit dan saat turun hujan sungai tersebut tidak bisa menampung air yang mengakibatkan airnya masuk ke permukiman warga.
Dengan kondisi yang seperti ini pihaknya sudah menugaskan Dinas Perhubungan dan Bina Marga Kota Sukabumi untuk membuat master plan drainase.
"Nantinya setelah ada master plannya kami akan mencari terobosan agar tidak ada lagi banjir yang menggenangi permukiman atau jalan di Kota Sukabumi," tambahnya.
Hanafie mengatakan kondisi topogafi Kota Sukabumi yang memiliki kemiringan yang cukup tinggi sangat berpotensi terjadinya banjir bandang.
Di sisi lain, Pemkot Sukabumi juga sudah menyiapkan dana cadangan sebesar Rp 3 miliar untuk menangani berbagai kejadian bencana, walaupun idealnya masih kurang.
"Masalah bencana saat ini menjadi perhatian khusus dari kami, sehingga perlu adanya solusi untuk mengurangi dampak dari bencana tersebut," katanya.