REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menilai akar persoalan di Lembaga Pemasyarakatan saat ini yang mengakibatkan kerusuhan dikarenakan kelebihan kapasitas. Hal itu diakui oleh Juru Bicara Ditjen Pemasyarakatan Akbar Hadi.
Akbar mengatakan penghuni di Lembaga Pemasyarakatan semakin bertambah lantaran semakin banyaknya regulasi. Selain regulasi yang memberikan sanksi pidana, kata dia, dikarenakan semakin banyaknya institusi penegak hukum yang mengirim orang ke penjara.
"Dulu menangkap orang hanya bisa dari kejaksaan dan kepolisian. Sekarang tambah lagi KPK, BNN, Densus 88, PPNS dari bea cukai dan sebagainya," kata Akbar saat diskusi bertajuk 'Ada Apa Dengan Lapas' di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (30/4).
Akbar menambahkan, lembaga-lembaga yang dari segi undang-undang merekomendasikan sanksi pidana penjara, aktif menangkap dan menahan juga menyebabkan semakin banyaknya tahanan di dalam lapas. "Pintu Lapas terbuka lebar-lebar dengan 150 produk undang-undang," ujar Akbar.
Selain itu, menurut dia, beberapa peraturan menyebabkan para narapidana sulit untuk keluar dari Lapas karena menyangkut pidana tertentu. Terutama ditambah Peraturan Pemerintah (PP) No.99 tahun 2012 tentang perubahan kedua atas PP No.32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Peraturan ini dinilai membatasi pemberian remisi kepada narapidana.
"Pintu lapas itu dibuka lebar-lebar dengan 150 regulasi itu. Sementara ada regulasi yang mempersempit pintu keluar dengan PP 99," katanya.