Rabu 04 May 2016 18:37 WIB

Rawan Padam, Mayoritas Gardu Induk Jakarta Kelebihan Beban

Rep: Budi Raharjo/ Red: Achmad Syalaby
Petugas melakukan pemeriksaan jaringan listrik ilegal pada tiang milik PLN sebelum dilakukan pembokaran di Kawasan Tugu Tani, Jakarta, Jumat (26/2).
Foto: Akbar Nugroho Gumay
Petugas melakukan pemeriksaan jaringan listrik ilegal pada tiang milik PLN sebelum dilakukan pembokaran di Kawasan Tugu Tani, Jakarta, Jumat (26/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wilayah Jakarta masih rawan pemadaman listrik kendati pasokan setrum untuk Ibu kota ini telah memadai. Penyebabnya jaringan distribusi listrik ke DKI Jakarta telah kelebihan beban.

Dari 11 Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) yang mendistribusikan listrik ke seluruh wilayah Jakarta, tujuh di antaranya kelebihan beban. "Sebagian besar GITET untuk Jakarta warnanya merah yang berarti bebannya lebih dari 80 persen," ujar General Manager PLN Distribusi Jakarta Raya (Disjaya), Syamsul Huda, di Jakarta, Rabu (4/5).

Tujuh GITET yang berwarna merah itu adalah GITET Cilegon (83 persen), Bekasi (91 persen), Cawang (96 persen), Cibinong (84 persen), Gandul (99 persen), Kembangan 94 (persen), dan KIT Lontar (80 persen). Sedangkan empat GITET yang kapasitasnya masih di bawah 80 persen terdiri dari KIT Priok (68 persen), Depok (69 persen), KIT Muara Karang (73 persen), da Balaraja (57 persen).

Saat ini, beban puncak kebutuhan listrik di Jakarta pada siang hari mencapai 7.293 megawatt (MW) dan malam hari 6.468 MW. Syamsul memperkirakan beban puncak listrik di Jakarta akan mencapai 10.070 MW pada tahun 2020. "Pasokan listriknya akan diperoleh dari program pembangkit listrik 35 ribu MW," ujar dia.

Akibat kelebihan kapasitas, Syamsul mengatakan, PLN tidak fleksibel mengelola listrik di Jakarta. Jika ada GITET yang bermasalah, PLN membutuhkan waktu lama untuk memperbaikinya. Akibatnya, pemadaman listrik rawan terjadi dalam waktu yang lama pula.

Padahal, pasokan listrik untuk Jakarta sudah memadai. Ibarat air, Syamsul mengatakan, penyalurannya memerlukan jaringan yang memadai agar tidak terjadi hambatan. "Percuma saja bila pasokannya melimpah tapi terjadi hambatan dalam penyalurannya," kata dia.

Dengan melihat kondisi itu, Syamsul menyatakan, PLN kini fokes untuk mengembangkan infrastruktur distribusi setrum agar beban pada GITET bisa berkurang hingga di bawah 70 persen. Hanya saja, untuk menambah GITET baru di jakarta tidaklah mudah dikarenakan harga tanah yang mahal. PLN perlu menjalin kerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Seperti kerja sama penyediaan infrastruktur listrik di Jakarta yang telah dijalin PLN dengan Pemprov DKI Jakarta pada 15 Maret 2016 lalu. PLN diizinkan untuk meminjam lahan milik Pemprov DKI Jakarta untuk pembangunan gardu-gardu. "PLN tidak mungkin mengalirkan listrik ke tengah kota bila hanya mengandalkan jaringan yang sudah ada saat ini," kata Syamsul.

Selain menggandeng pemda, PLN juga mengimbau warga Jakarta untuk tidak menolak pembangunan gardu listrik di dekat rumahnya. Gardu listrik dibutuhkan untuk memperlancar aliran setrum. Syamsul menjamin gardu listrik tidak berbahaya bagi warga yang tinggal di sekitarnya. Warga yang tinggal di dekat gardu justru beruntung karena pasokan listriknya mengalir lancar. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement