Jumat 06 May 2016 16:50 WIB

Suara Warga AS Terpecah Memilih Trump dan Clinton

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Citra Listya Rini
Donald Trump
Foto: AP
Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID,  WASHINGTON  -- Pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) menjelma menjadi salah satu kontes terbesar tidak populer di dunia. Persaingan antara Hillary Clinton dan Donald Trump seolah menjadi konsumsi publik internasional.

Menurut jajak pendapat Reuters Ipsos yang dikeluarkan Kamis (5/5), hampir setengah dari pemilih Amerika yang mendukung baik Hillary Clinton dari Partai Demokrat ataupun Donald Trump dari Partai Republik untuk ke Gedung Putih mengatakan, mereka terutama akan mencoba memblokir sisi lain dari pemenang.

Menurut Direktur Pusat Politik Universitas Virginia Larry Sabato, hasil ini mencerminkan pembagian ideologi mendalam di Amerika Serikat, di mana orang-orang menjadi semakin takut dengan pihak lawan. Perasaan diperparah dengan kemungkinan pertarungan antara taipan real estate New York dan mantan ibu negara.

"Fenomena ini disebut keberpihakan negatif," kata Sabato. "Jika kita mencoba untuk memaksimalkan efek, kita tidak bisa menemukan calon yang lebih baik dari Trump dan Clinton,".

Trump telah memenangkan banyak pendukung dan menerima kritik tajam atas bicara kasarnya dan usulan garis kerasnya, termasuk seruannnya melarang Muslim memasuki Amerika Serikat.

Ia juga bersumpah untuk memaksa Meksiko membayar dinding perbatasan dan berjanji untuk menegosiasikan kembali kesepakatan perdagangan internasional.

Sementara itu, pemilih melihat mantan Menteri Luar negeri Clinton akan berkesinambungan dengan kebijakan Presiden Barack Obama, yang telah memenangkan Clinton sebagai nominasi calon presiden dari Partai Demokrat. Tetapi lawan kuat di antara mereka kecewa dengan kurangnya kemajuan selama masa pemerintahan Obama.

Jajak pendapat menanyakan pemilih tentang motivasi utama mereka mendukung Trump atau Clinton pada pemilihan 8 November mendatang.

Sekitar 47 persen dari pendukung Trump mengatakan, mereka mendukungnya terutama karena mereka tidak ingin Clinton menang. Sebanyak 43 persen lainnya mengatakan, motivasi utama mereka adalah keinginan untuk posisi politik Trump, sementara enam persen mengatakan menyukainya secara pribadi.

Sekitar 46 persen mengatakan, mereka akan memilih Clinton terutama karena mereka tidak ingin melihat presiden Trump, sementara 40 persen mengatakan setuju dengan posisi politiknya dan 11 persen lainnya mengaku menyukainya secara pribadi.

Jajak pendapat yang dilakukan 29 April hingga 5 Mei itu mencakup 469 yang mungkin pemilih Trump dan 599 yang kemungkinan pemilih Clinton. Interval kredibilitas dalam penelitian tersebut  lima persen persentase.

Yang pasti, opini pemilih bisa berubah selama beberapa bulan ke depan. Kandidat akan dijamu di konvensi partai dalam serangkaian perdebatan nasional. Acara ini tentunya akan menjadi target iklan bernilai jutaan dolar.

Tapi suasana negatif cenderung merajalela, kata Alan Abramowitz, seorang profesor Universitas Emory yang telah mempelajari munculnya keberpihakan negatif di Amerika. Kedua kampanye mungkin akan memutuskan strategi terbaik yakni bekerja lebih keras untuk menjelek-jelekkan satu sama lain.

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement